News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ratusan Perantau Sumatera Barat di Jakarta Tumpah Ruah di Festival Minang

Penulis: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kesenian tradisional Minang dengan alat musik Tabuik menyambut kedatangan para ninik mamak di acara Festival Minang 'Budi Luhur Maimbau Ranah Minang' di kampus Universitas Budi Luhur, Petukangan, Jakarta Selatan, Sabtu (16/2/2019).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Auditorium kampus Universitas Budi Luhur di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan, mendadak berubah jadi serba bernuansa Minang, Sabtu (17/2/2019) malam. 

Ratusan orang warga perantauan Minang dari berbagai daerah di Sumatera Barat malam itu tumpah ruah di kampus BUdi Luhur mengikuti Festival Minang yang diselenggarakan pengelola perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan tersebut,

Mengenakan pakaian adat Minang, para ninik mamak datang beriringan menuju lokasi acara dengan disambut musik tradisional Tabuik dari kulit lembu khas Minang yang ditabuh para remaja. Ratusan kursi yang disiapkan panitia nyaris terisi penuh oleh warga Minang perantauan di Jakarta dan Bodetabek yang datang.

Di area outdoor, di arena lapangan basket, puluhan stand menjajakan aneka kuliner khas Minang. Mulai dari jajanan ringan seperti emping, sampai sate padang yang sangat lezat. Ada juga lontong sayur dengan gulai paku (pakis) dan gulai nangka.

Tak ketinggalan ampiang dadiah dan katan sarikayo.

Kesenian tradisionang Minang dengan alat musik Tabuik menyambut kedatangan para ninik mamak di acara Festival Minang 'Budi Luhur Maimbau Ranah Minang' di kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta, Sabtu (16/2/2019). (IST)

Tribunnews sempat mencoba nikmatnya sate padang ini sebanyak 10 tusuk yang disajikan bersama irisan ketupat ukuran dadu. Hujan deras selama tiga jam yang mengguyur lokasi acara tak menyurutkan minat warga Minang mengikuti acara ini.

Layaknya sebuah festival, acara bertajuk Festival Minang 'Budi Luhur Maimbau Ranah Minang' ini sangat meriah oleh hadrinya beragam seni musik tradisional dan seni sastra lisan bertutur dalam bahasa Minang, dengan iringian musik tradisional Minangkau yang khas.

Alunan saluang, alat musik tiup tradisional dari bambu khas Sumatera Barat mengalun selama acara berlangsung yang dibawakan oleh seniman Katik Batuah.

Tokoh adat, para ninik mamak tiba di lokasi acara Festival Minang 'Budi Luhur Maimbau Ranah Minang' di kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta, Sabtu (16/2/2019). (IST) (HANDOUT)

Malam itu, pemain saluang legendaris Mak Kijok (nama aslinya Muchsin St Bandaro) dari Kampuang Asal Dusun Jambu, Jorong Tanjuangbarulak Kototangah Tialatangkamang, Agam dan Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar, tampil unjuk kebolehan dengan sambutan decak kagum pengunjung.

Di festival ini, para tamu undangan juga melibatkan diri berpartisipasi tampil di panggung. Ada juga yang ikut menari bersama tamu undangan lain. Orangtua, remaja sampai anak-anak tumpah ruah.  

Menariknya, di acara ini juga digelar prosesi penyerahan penghargaan untuk Yus Datuk Parpatiah dengan Kategori Pelestari Budaya Minangkabau. 

Penghargaan kepada Datuk Pratapia diberikan Kasih Hanggoro, MBA selaku Ketua Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti. Selain anugerah penghargaan,  Yus Datuk Parpatiah juga mendapatkan bonus berupa berangkat umrah gratis dari Yayasan Budi Luhur Cakti.

Prosesi penyerahan penghargaan untuk seniman Minang, Yus Datuk Parpatiah dengan Kategori Pelestari Budaya Minangkabau, di Festival Budaya Minang, di kampus Universitas Budi Luhur, Jakarta, Sabtu malam (16/2/2019).

"Beliau itu orang hebat. Karya karyanya ada 100 lebih tak belum terdokumetasikan dengan baik. Sekarang kami berusaha mendokumentasikan karya-karyanya," ungkap Uda Yos Magek Bapayuang, salah satu perantau Minang yang malam itu hadir di acara.

Uda Yos Magek Bapayuang merupakan perantau Minang di Jakarta asal Ladangtibarau, Kototangah, Tialatangkamang, Kabupaten Agam.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini