"Anggaran ini kan totalnya banyak, ada komponen sekitar 200 ribu. Masyarakat dari RT, RW, musrenbang, mereka mengusulkan, tapi mereka harus lihat, ini dianggarkan atau tidak," ucapnya.
Ia menambahkan pentingnya fungsi pengunggahan informasi rancangan anggaran.
"Jadi fungsi mengupload biar masyarakat jelas apa yang sudah dianggarkan dan apa yang belum," tuturnya.
Ima juga menilai Anies Baswedan insecure atau rasa tidak aman.
“Pak Anies kaya insecure. Apa yang ditutupin seperti itu? Kalau kita tidak ada apa-apa yasudah kita buka saja ke publik,” ucapnya.
Bandingkan Ahok dan Anies Baswedan
Ima mengungkapkan saat zaman pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, keterbukaan kepada masyarakat dengan mengunggah dokumen ke situs web sudah dilakukan sejak Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Hal itu dilakukan sebelum berada pada tahapan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS).
"Dibuka bahkan sejak RKPD, sebelum ke KUA PPAS. Karena di sini masyarakat juga bisa tahu," ungkapnya.
Hal tersebut dinilai bisa meningkatkan partisipasi masyarakat.
"Waktu itu Pak Ahok bilang ‘kita upload karena biar keliatan, kalau di musrenbang sudah diusulkan, ketika di atas tidak dianggarkan, bisa menjadi informasi untuk gubernur’," ujarnya.
Ima menambahkan jika Anies Baswedan meniru langkah Ahok, tidak akan terjadi kehebohan di publik terkait rencana anggaran Pemprov DKI Jakarta.
"Sebenarnya kalau saja Anies mau terbuka dari zaman RKPD dan KUA PPAS, yang seperti ini tidak akan terjadi," ucapnya.
Sebelumnya publik dihebohkan dengan temuan-temuan rancangan anggaran yang bernilai fantastis.
Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana menemukan kejanggalan ketika membedah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI yang tercantum dalam situs apbd.jakarta.go.id.
Kejanggalan tersebut adalah terkait anggaran sebesar Rp 82 miliar untuk membeli lem aibon bagi sekolah di Jakarta.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto)