"Bukan banjirnya secara teknis. Kalau banjir secara teknis, penanggulangannya jelas, misal sungai diberesin, ruang terbuka hijau diberesin, bikin tanggul, waduk, segala macem."
"Yang kami gugat adalah persiapan menghadapi banjir," tegasnya.
Azas Tigor menilai, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki dua sistem dalam menghadapi bencana.
Dua sistem tersebut adalah early warning system atau peringatan dini dan emergency response system atau sistem bantuan darurat.
"Dua sistem ini tidak dilakukan. Kalau ini dilakukan kerugiannya akan lebih kecil," ungkapnya.
Dengan adanya sistem peringatan dini, Azas Tigor menilai masyarakat akan lebih bersiap.
"Warga pasti akan lebih bersiap. Akan kemas-kemas barang," ujarnya.
Kemudian dengan sistem bantuan darurat, Azas Tigor mengungkapkan evakuasi masyarakat terdampak akan dilakukan secara optimal.
"Kalau Pemprov membangun sistem bantuan darurat, pasti udah nyiapin tempat evakuasi, jalur evakuasi, sistem bantuan seperti apa. Ini kan warga evakuasi sendiri," ungkapnya.
"Nah, ini yang kami gugat, bukan banjir secara teknis," lanjutnya.
Sementara itu, gugatan yang ditujukan kepada Anies Baswedan senilai Rp 42,3 miliar.
"Kami mendapat pengaduan dari 243 orang. Dari 243 orang itu kerugiannya setelah kami total mencapai Rp 42,3 miliar. Itu bukan total kerugian semua korban banjir," ujarnya.
Sedangkan untuk perkiraan kerugian seluruh korban banjir, Azas Tigor mengungkapkan besarnya bisa mencapai Rp 1 triliun.
"Rp 1 triliun itu bukan gugatan, tapi perkiraan kerugian akibat banjir yang dialami warga Jakarta secara keseluruhan," ujarnya.
(Tribunnews.com/W Gilang Putranto) (Wartakotalive/Glery Lazuardi)