TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Ika Dewi Maharani (26) barangkali satu-satunya sukarelawan medis perempuan yang bertugas sebagai supir ambulans. Ia menjadi relawan medis di bawah naungan Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sejak 4 April 2020.
Ika, sapaan akrabnya, sudah dua minggu lebih menjadi relawan penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Sejauh ini Ika telah mengantarkan tiga pasien positif Covid-19 atau virus Corona.
Baca: Bamsoet: MPR RI Siap Gelar Sidang Tahunan dan Pidato Kenegaraan Presiden Secara Virtual
Bertugas sebagai supir ambulans pasien positif COVID-19, Ika tentunya sangat rawan tertular. Namun Ika memastikan dirinya steril dari pandemi tersebut. Wanita asal Halmahera itu bercerita, setiap relawan medis, setiap hari usai merawat atau mengantarkan seorang pasien positif COVID-19, selalu didekontaminasi.
Berikut petikan wawancara lengkap Tribun dengan Ika Dewi Maharani.
Selesai bertugas, apa yang membuat Anda yakin, steril dari Covid-19?
Begitu sampai ke Wisma Atlet, seumpama itu rujukan terakhir, langsung dilakukan dekontaminasi. Disterilkan, satu jam. Meski sehari dapat satu pasien, tapi sudah memakan waktu sampai sore.
Dekontaminasi itu bukan hanya untuk kita saja, tapi semua relawan medis di bawah Gugus Tugas Covid-19. Satu pasien sama dengan satu kali dekontaminasi. Satu pasien dekontaminasi, baru jemput lagi. Kalau sehari dapat dua pasien, berarti kita dua kali dekontaminasi. Termasuk mobil juga dilakukan dekontaminasi.
Sebelum jadi relawan aktivitas Anda apa?
Saya sebelumnya mahasiswa di STIKES Hang Tuah Surabaya. Saya mahasiswa semester akhir dan sudah menyelesaikan sidang saya. Lalu ada kabar tentang Covid-19 ini. Sementara perkuliahan dihentikan, diliburkan sementara sampai batas waktu yang tak ditentukan.
Apa yang mendorong Anda ingin menjadi relawanCovid-19?
Saya dapat kabar dibutuhkan relawan untuk penanganan Covid-19 melalui Gugus Tugas Covid-19. Bisa menyetir ambulans. Jadi ,dalam penanganan pasien sendiri bisa dipercepat.
Kalau orang asal setir bisa saja semua orang, tapi yang dibutuhkan di sini perawat. Selain kita bisa menyetir, kita juga bisa tahu kondisi pasien seperti apa. Bagaimana, pasien apa yang dibawa. Saya tergerak. Punya basic, punya keahlian juga dalam menyetir. Saya merasa terpanggil dan saya harus melayani sebagai perawat.
Sekalipun potensi tertular itu besar?
Kita sudah disumpah, kita harus melayani pasien sampai akhir. Akhirnya saya memutuskan untuk ke Jakarta. Dari Surabaya saya kuliah, ke Jakarta menjadi relawan medis di Himpunan Perawat Kegawatdaruratan Bencana Indonesia (HIBGABI).
Pertama kali tiba di Jakarta?
Langsung meeting point. Dijelaskan job desk kita apa saja dan seperti apa. Diberi pemaparan pasien yang kita rawat akan seperti apa.
Baca: Rekomendasi 6 Drakor di Netflix yang Berkonsep Unik, The King: Eternal Monarch hingga Itaewon Class
Respon keluarga saat tahu Anda jadi relawan penanganan Covid-19?
Jujur, saya tidak izin orang tua. Pertimbangan saya begini, pokoknya, kalau ini memang jalan Tuhan, pasti kita akan mendapatkan restu orang tua. Karena bagaimanapun kita sudah digariskan menjadi perawat.
Baca: Susi Pudjiastuti Blak-blakan Cerita Kerugian Imbas Corona, Terancam Bangkrut, Rugi Rp 30 M per Bulan
Saya beli tiket untuk ke Jakarta, baru saya bilang ke orang tua saya. Saya jelaskan saya mau jadi relawan Covid-19.
Orang tua Anda selalu mantau keadaan selama di Jakarta?
Orang tua selalu telepon terus. Tiap pagi selalu telepon, kasih doa dan sering nanya hari ini masuk atau off. Selalu. Setelah saya dinas telepon lagi. Mengingatkan untuk selalu berdoa, makan jangan sampai terlambat walau kita kerja seperti ini. Kadang di jalan kan tidak sempat makan.
Bagaimana Anda menjaga gizi dan imunitas tubuh di tengah kesibukan sebagai relawan?
Sebelum bekerja, jam kerja kita pukul 9 pagi dan wajib makan. Meski capek, kepingin tidur siang tidak bisa. Saya kan supir ambulans. Harus siap APD. Apa oksigen masih cukup, plus kondisi mobil seperti apa. Kondisi ambulans harus terus saya pantau ,cek setiap hari.