TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membantah tidak memperlihatkan surat tugas saat mengamankan Ravio Patra di jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (23/4/2020) lalu.
"Petugas saat mengamankan memperlihatkan surat tugas untuk dibawa ke kantor," kata Direktur Reserse Kriminal Umum, Polda Metro Jaya, Kombes Pol Suyudi Ario Seto kepada awak media, Senin (27/4/2020).
Dia mengatakan, ketika diamankan, Ravio tengah berada bersama temannya yang merupakan warga negara asing (WNA), Roy Spijkerboer.
"Pada proses pengamanan, RPA sempat menghindar dan melawan dengan masuk ke dalam mobil temannya (Mazda CX-5 warna putih, plat nomor CD 60 36), Roy Spijkerboer, yang merupakan warga negara asing," ungkapnya.
Suyudi membenarkan Ravio Patra terlibat ujaran kebencian dari pesan akun WhatsAppnya yang mengirimkan ujaran kebencian. Namun ketika itu, Ravio melaporkan akunnya telah diretas oleh orang yang tidak dikenal.
"Yang jelas perbuatan pengiriman pada pukul 13.00 WIB oleh nomor akun WA nomor RPA itu sedang didalami dan penyidik harus hadir supaya masyarakat tidak resah," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok) mencatatkan berbagai persoalan hukum saat menemani pemeriksaan Ravio Patra di Polda Metro Jaya sejak Kamis (24/4/2020) kemarin.
Katrok mencatat, proses penangkapan dan penggeledahan tidak sesuai prosedur. Saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan, polisi disebutkan tidak mampu memberikan dan menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan.
"Padahal Ravio sudah meminta salinannya. Kediamannya digeledah dan barang bawaan yang tidak terkait dengan tindak pidana yang dituduhkan ikut dibawa seperti buku-buku, handphone temannya, laptop kantor," kata Alghiffari Aqsa sebagai perwakilan Katrok dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/4/2020).
Tak hanya itu, Aqsa menyebutkan, pihak penyidik dari Sub Direktorat Keamanan Negara (Subdit Kamneg) menyatakan bahwa yang mereka lakukan pada Ravio bukan penangkapan.
Akan tetapi pengamanan terhadap yang bersangkutan.
"Padahal pengamanan tidak dikenal di dalam hukum acara pidana dan Ravio sudah ditangkap lebih dari 1x24 jam saat itu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Aqsa mengatakan, status hukum Ravio pun berubah-ubah. Semula ia sempat ditetapkan sebagai tersangka, belakangan kemudian ia diketahui sebagai saksi.
"Saat tim kuasa hukum ingin memberikan bantuan hukum, diketahui Ravio sudah menjalani pemeriksaan pada sekitar pukul 03.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB tanggal 23 April 2020 sebagai Tersangka dan pukul 10.00 WIB – 17.00 WIB diperiksa kembali sebagai saksi," jelasnya.
Tak hanya itu, Aqsa menyebutkan pasal yang dituduhkan kepada Ravio pun juga berubah-ubah dan tidak konsisten dengan pemeriksaan yang bersangkutan sebagai saksi.
Hal ini diketahui ketika Ravio menantandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Ravio awalnya dikenakan Pasal 28 ayat 1 UU ITE tentang berita bohong yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik menjadi Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, penyidik sempat mengakses data kontrak kerja dan catatan pengelolaan keuangan pribadi Ravio yang sebetulnya tidak ada kaitannya dengan dugaan tindak pidan.
Penyidik juga dengan sengaja mengubah kata sandi email tanpa persetujuan Ravio.
"Dalam surat penyitaan yang disampaikan Polisi secara tertulis terdapat 4 barang yaitu Macbook Apple, laptop Dell, handphone Samsung seri s10, dan handphone Iphone. Namun di Berita Acara penolakan justru dibuat 6 barang yaitu termasuk pula penyitaan terhadap KTP dan email. Setelah perdebatan 2 hal ini dihapuskan," tukasnya.
Katrok juga mengkritisi adanya intimidasi kekerasan verbal baik pada saat penangkapan dan juga saat pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Khususnya sebelum diperiksa oleh Subdit Kamneg.