TRIBUNNEWS.COM - Manager Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badi'ul Hadi mengungkapkan ada dua faktor penyebab kisruhnya distribusi bantuan sosial di DKI Jakarta.
Hal tersebut disampaikan melalui siaran pers dari Seknas FITRA, IBC, LIMA Indonesia, dan Tepi Indonesia.
Sebelumnya, telah dilakukan konferensi pers, pada Kamis (14/5/2020) terkait kisruh bantuan sosial (bansos) DKI Jakarta.
Seperti diketahui, untuk mengatasi perekonomian masyarakat di tengah pandemi Corona, pemerintah pusat maupun provinsi memberikan bantuan.
Bantuan dapat berupa sembako, uang tunai, hingga beberapa kartu yang dianggap bisa membantu masyarakat.
Di mana baik pemerintah pusat dan provinsi masing-masing memiliki bentuk dan data tersendiri.
Baca: Kemensos: Penyaluran Bantuan Sosial Berjalan Sambil Menunggu Pembaruan Data dari Pemda
Baca: Pemerintah Pusat dan Daerah Tak Harmonis Urus Bansos DKI Jakarta, Pengamat: Rakyat Makin Menderita
Badi'ul mengatakan, kisruh distribusi bansos di DKI Jakarta dikarenakan dua faktor.
Pertama, perihal data penerima bantuan yang sama.
Dengan keadaan tersebut justru membuat adanya polemik saat pendistribusian bantuan.
Badi'ul menyampaikan, seharusnya sebelum distribusi perlu dilakukan pengecekan terkait data penerima.
Di mana data warga yang membutuhkan dari DKI Jakarta dapat disamakan dengan penerima bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos)
Setelah memiliki data yang sesuai, barulah pendistribusian dilakukan.
Karena akan diketahui jumlah yang akan ditanggung oleh pemerintah DKI Jakarta.
Serta warga yang dibantu dengan bansos dari pemerintah pusat.
"Idealnya ada pemutakhiran data sebelum dilakukan distribusi," terang Badi'ul.
"Data kemiskinan DKI Jakarta di sinkronkan dengan data penerima bantuan dari Kemensos."
"Setelah itu baru ditentukan berapa yang di cover pemerintah daerah dan berapa yang di cover pemerintah pusat," tambahnya.
Kedua, Badi'ul menilai anggaran pemerintah DKI Jakarta tidak teratur.
Bahkan Badi'ul melihat pemerintah provinsi tidak dengan serius mengalokasikan anggaran untuk mengatasi pandemi.
Di mana DKI Jakarta merupakan titik penyebaran pandemi Corona di Indonesia.
Badi'ul menjelaskan, proses alokasi harus bersamaan dengan keterbukaan informasi.
Masyarakat, sebagai warga DKI Jakarta juga berhak untuk mengetahui anggaran dari pemerintah provinsi.
Baca: Pemerintah Pusat dan Daerah Tak Harmonis Urus Bansos DKI Jakarta, Pengamat: Rakyat Makin Menderita
Baca: Salurkan Bantuan Paket Sembako Dua Tahap dalam Satu Bulan, Mensos: Tenang, Semua Pasti Dapat
Sehingga seluruh lapisan dapat dengan jelas dan juga detail tahu jumlah anggaran dalam menyelesaikan pandemi.
"Kebijakan alokasi anggaran pemerintah Provinsi DKI Jakarta nampak kurang serius dan teratur," jelas Badi'ul.
"Proses refocusing anggaran harus dibarengi dengan keterbukaan informasi yang baik terutama bagi masyarakat."
"Informasi inklusif sangat penting agar seluruh elemen tahu anggaran penanganan covid-19," imbuhnya.
Dalam siaran pers tersebut, juga disebutkan beberapa rekomendasi dalam menyelesaikan kisruh ini.
Baik Pemerintah DKI Jakarta maupun pusat, diminta untuk memperbaiki komunikasi.
Sehingga koordinasi dapat terjalin dengan lancar dan baik dalam pendistribusian bantuan.
Terlebih, sangat dirasakan adanya kepentingan politik yang sebetulnya tidak baik untuk dilakukan.
Karena hanya akan berdampak pada masyarakat yang membuat semakin menderita.
Sejumlah pihak tersebut juga merasa, para penguasa sedang saling merebut rasa simpati dari masyarakat melalui bansos.
Baca: Bamsoet Berikan Bantuan Sembako kepada Sopir Angkot Pasar Tanah Abang
Baca: Polemik Bansos DKI Jakarta Selama Pandemi, Direktur LIMA: Kita Butuh Satu Sikap Bukan Sembrono
Padahal tindakan itu dirasa tidak bermoral di tengah pandemi saat ini.
Selain itu, Pemerintah DKI Jakarta juga diminta untuk memperbaiki pengelolaan anggaran.
Khususnya anggaran yang akan digunakan untuk penanganan Covid-19.
Pemerintah DKI Jakarta dalam hal ini harus memperbaiki data penerima bansos dan melakukan koordinasi dengan beberapa pihak.
Seperti dapat melibatkan masyarakat untuk mendata kembali para penerima bantuan di DKI Jakarta.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)