Sebagai PNS, Indah sebenarnya ikhlas menerima kebijakan pemotongan TKD yang dikeluarkan Gubernur Anies Baswedan.
Apalagi tujuan pemotongan TKD itu untuk membantu penanganan pandemi Covid-19 di DKI Jakarta.
Sejak mewabahnya virus corona, Pemprov DKI memang agak kesulitan dalam hal keuangan.
Banyaknya sektor usaha yang ditutup berimbas pada pendapatan di sektor pajak.
Pemotongan tunjangan perlu dilakukan karena realisasi pendapatan jeblok akibat pandemi Covid-19 dan sebagian pegawai bekerja dari rumah (work from home).
Sementara, sebagian ada juga pegawai yang tetap menjalankan pelayanan masyarakat dan bekerja lebih keras untuk mengatasi pandemi.
Yang membuat Indah kurang menerima adalah kebijakan pemotongan TKD itu ternyata tidak berlaku untuk semua PNS.
Di beberapa instansi, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Diskominfo, Dinas Sosial, BKD, BPKD, para pegawainya tidak merasakan pemotongan TKDD seperti yang dialami Indah.
Termasuk Tim Gabungan Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Tim bentukan Gubernur Anies Baswedan yang memiliki anggota 50 orang itu juga tidak merasakan pemotongan tunjangan.
"Dinkes bolehlah enggak dipotong. Lah, TGUPP, kerja enggak jelas, kok dapat full. Gimana enggak kesal," kata Indah.
"BKD dan BPKD juga, masuknya juga enggak full. Terus mereka juga enggak menghadapi covid langsung. Sama Diskominfo juga enggak dipotong. Alasannya, mereka mengolah data covid full time. Tapi kan enggak semuanya (di Diskominfo) yang mengolah data covid," imbuhnya.
Sebagai abdi negara, Indah hanya bisa pasrah menerima kebijakan pemotongan TKD yg dikeluarkan gubernur. Dia tidak mungkin memprotes kebijakan tersebut.
"Mungkin saya akan jual mobil," katanya.
Indah terpaksa menjual kendaraan yang dimilikinya itu karena kebijakan pemotongan TKD akan berlangsung hingga Desember 2020, sesuai dengan Pergub nomor 49 tahun 2020 tentang Rasionalisasi Penghasilan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Penanganan virus corona atau Covid-19, yang ditandatangani Gubernur Anies Baswedan pada 19 Mei 2020.