Sekda Membantah
Di sisi lain Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta, Saefullah membantah bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak dipotong di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 masih bergulir.
Saefullah memastikan penghasilan Tim TGUPP juga ikut dipangkas dalam penanganan wabah Covid-19.
Hal itu tertuang dalam keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 514 tahun 2020 tentang Rasionalisasi dan Penundaan Keuangan TGUPP Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19).
“Rasionalisasi anggaran yang terjadi di PNS DKI maupun TGUPP adalah sama,” kata Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah saat dikonfirmasi pada Senin (1/6/2020).
Hal itu dikatakan Saefullah sekaligus menepis pernyataan dari Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta pada pekan lalu.
Saat itu PSI menyebut penghasilan dan tunjangan hari raya (THR) TGUPP tidak dipangkas di tengah wabah Covid-19.
“Aturan ini berlaku per April 2020 kemarin. Konsekuensinya ada hak-hak (keuangan) TGUPP yang sudah diberikan sebelumnya karena kan Kepgub-nya diterbitkan mundur, (tanggal 22 Mei 2020)” ujar Saefullah.
Tidak hanya penghasilannya yang dipangkas, tapi THR mereka saat Hari Raya Idul Fitri 1441 H lalu juga dipangkas.
Namun mengingat payung hukum tersebut diterbitkan setelah duit THR diberikan, penghasilan TGUPP di bulan berikutnya akan dipotong lebih besar.
“Terhadap uang apresiasi atau THR besarannya sudah dirasionalisasi. Kalau ada kelebihan bayar karena Kepgub berlaku mundur, nanti secara akuntansi dapat diperhitungkan kembali karena nanti hak TGUPP ke belakang itu akan dipotong untuk disesuaikan,” jelasnya.
Hampir senada dengan Saefullah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Chaidir juga membantah ada kedinasan yang tunjangannya tidak dipotong sehubungan dengan pandemi virus corona.
"Tidak benar, itu isu sesat. Yang dikecualikan itu bentuknya bukan dinas," kata Chaidir.
Ia menyatakan, yang dikecualikan untuk tidak dikenakan potongan tunjangan akibat Covid-19 adalah tenaga kesehatan dan pendukung tenaga kesehatan di RS dan Puskesmas.
Tenaga pemulasaran jenazah, petugas data informasi epidemiologi Covid-19, petugas penanganan bencana Covid-19 serta petugas pemakaman Covid-19.
"Jadi bukan dinas yang dilihat. Yang dikecualikan itu diatur dalam pergub," kata Chaidir.
Contohnya ada petugas di BKD yang mengerti memandikan jenazah, kemudian ditugaskan sebagai tenaga untuk penanganan Covid-19, di sana ada mekanisme.
Yaitu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mengusulkan petugas yang masuk untuk dikecualikan pada gubernur melalui Sekda DKI.
"Jadi enggak semua tuh BKD dapat tidak ditunda, tetap dipangkas, tapi ada beberapa yang enggak, yaitu yang diusulkan itu," ujar Chaidir.
Sementara itu, terkait dengan ramainya polemik THR TGUPP yang tidak dipotong, Chaidir mengatakan TGUPP memiliki bentuk belanja kegiatan, bukan belanja pegawai.
"Itu adalah kegiatan dari Bappeda. Jika dalam kegiatan itu memang dimungkinkan ada apresiasi untuk membayar keahlian tenaganya, ya boleh saja," kata Chaidir.
Chaidir menjelaskan, penundaan tunjangan terjadi akibat adanya kontraksi ekonomi secara nasional.
Kemudian atas dasar Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemenkeu dan Kemendagri Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan COVID-19 serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional, yang mengamanatkan bahwa tunjangan perbaikan penghasilan daerah tidak boleh lebih tinggi dari tunjangan perbaikan pusat.
Di sisi lain APBD DKI terkena kontraksi 53 persen akibat pandemi corona, sehingga seluruh pendapatan dari pajak dan lainnya menurun.
Akibatnya komponen APBD mengalami rasionalisasi, di antaranya belanja pegawai, yaitu tunjangan perbaikan penghasilan.
"Itu dimungkinkan karena dia ada di komponen variable cost karena berupa insentif berbeda dengan yang tetap (fix cost) berupa gaji dan tunjangan melekat, itu tidak bisa," katanya.
Chaidir menambahkan insentif atau tunjangan perbaikan penghasilan bisa diberikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Sementara, DKI menetapkan tunjangan dibayarkan 75 persen dengan rincian 50 persen dibayarkan, 25 persen sisanya ditunda.
"Kalau mampunya 50 persen ya sesuaikan 50 persen, namun kebijakan kita hanya diberi 75 persen, 25 persen rasionalisasi, hanya yang dibayarkan 50 persen, 25 persen sisanya ditunda," katanya.
Di sisi lain anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta Tatak Ujiyati mengungkapkan, gaji anggota TGUPP sebenarnya lebih rendah dibandingkan aparatur sipil negara ( ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Tatak menyatakan hal itu untuk menanggapi kritikan soal gaji dan tunjangan hari raya (THR) TGUPP yang disebut tak dipangkas, sedangkan THR dan tunjangan kinerja daerah (TKD) ASN dipangkas.
"TGUPP bukan anak emas. Gaji lebih rendah daripada ASN pada level yang sama. TGUPP diberi THR full pun, dibandingkan dengan annual salary ASN yang sudah dipotong dan THR hanya gaji pokok, tetap lebih tinggi ASN," tulis Tatak melalui akun Twitter-nya, @tatakujiyati, Minggu (31/5/2020).
Tatak menyatakan, mayoritas anggota TGUPP memiliki gaji atau hak keuangan maksimal sekitar Rp 20 juta per bulan. Hanya satu orang yang bergaji lebih dari Rp 50 juta, yakni ketua TGUPP.
Gaji anggota TGUPP ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman yang bersangkutan.
"Sebagaimana yang banyak beredar, honor ketua TGUPP adalah Rp 51,57 juta. Honor ketua bidang TGUPP adalah Rp 41,22 juta. Tapi tahukah kamu? Mayoritas anggota TGUPP (52 persen) honornya sekitar Rp 20 juta ke bawah. Bahkan 22 persen di antaranya honornya di bawah Rp 9 juta per bulan," kata Tatak.
"Level terbawah honor TGUPP hanya Rp 8 juta per bulan. Itu dengan pendidikan S-1 dan pengalaman kerja di bawah 5 tahun," lanjutnya.
Tatak kemudian membandingkan gaji anggota TGUPP dan gaji ASN DKI setiap bulannya. Tatak menuturkan, ASN atau PNS DKI dengan pendidikan S-1 akan menerima gaji sekitar Rp 20 juta per bulan pada tahun pertamanya.
Sementara itu, anggota TGUPP dengan pendidikan S-1 dan pengalaman di bawah lima tahun memiliki gaji Rp 8 juta per bulan.
"ASN Pemprov DKI pajaknya ditanggung negara, TGUPP bayar pajak penghasilan sendiri. Take home pay (ASN) tak berubah, sementara anggota TGUPP, termasuk yang honornya Rp 8 juta per bulan, itu bayar pajak penghasilan sendiri, take home pay dia hanya Rp 7,8 juta saja," ucap Tatak.
Tatak pun membantah tudingan TGUPP DKI Jakarta sebagai anak emas di Pemprov DKI. Menurutnya, TGUPP bertugas mempercepat pembangunan di Jakarta, seperti halnya KSP.
TGUPP, lanjut dia, tidak hanya ada di Jakarta, tetapi juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Baca: Viral Video Pemuda Bawa Bungkusan Mirip Sabu Ternyata Garam, Gibran: Mengandung Yodium
Menurut dia, banyak instansi sejenis TGUPP di pemda lain yang datang ke Jakarta untuk belajar dari TGUPP DKI.
"TGUPP itu bukan anak emas. TGUPP hanya pekerja profesional bantu Gubernur dan Wagub yang digaji cukup sesuai standar DKI. TGUPP diperlukan untuk percepatan pembangunan daerah seperti posisi KSP atau UKP4 (dulu)," ujar Tatak.