News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

2 Mayat Dibakar di Mobil

Aulia Kesuma dan Anaknya Divonis Mati Terkait Pembunuhan Berencana, Ini Perjalanan Kasusnya

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua terdakwa pembunuhan, Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (10/2/2020)

Salah satunya ketika jenazah Pupung dan Dana hendak dibakar di rumahnya di kawasan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.

Namun, saksi menyebut Agus dan Sugeng tidak jadi membakar jasad korban.

"Kenapa tidak jadi dibakar?" tanya kuasa hukum kedua terdakwa.

"Bilangnya karena kasihan," ujar saksi Sigit.

Namun, keduanya membantah keterangan saksi penyidik Polda Metro Jaya yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020).

Keduanya mengaku bukan sebagai eksekutor yang menghabisi nyawa Edi Candra Purnama alias Pupung Sadili.

"Saya tidak menginjak-injak, tidak mencekik, hanya membalikkan badan (Pupung) yang sudah almarhum," kata Agus saat ditanya Majelis Hakim.

Hal senada diutarakan Agus.

Ia merasa tidak pernah membunuh Pupung.

"Saya cuma pegang tangannya," tutur Agus.

Saat dihadirkan sebagai saksi, penyidik Polda Metro Jaya bernama Sigit mengatakan Agus dan Sugeng terlibat dalam pembunuhan Pupung.

"Mereka (terdakwa) yang mengatakan korban diinjak dan dicekik," ujar Sigit.

Jaksa mendakwa Kusmawanto alias Agus dan Muhammad Nursahid alias Sugeng telah melakukan pembunuhan berencana.

"Akibat perbuatan terdakwa Kusmawanto alias Agus dan Muhammad Nursahid alias Sugeng bersama-sama dengan saksi Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin, korban Edi Candra Purnama meninggal dunia," kata Jaksa Sigit Hendradi saat membacakan dakwaannya, Kamis (6/2/2020).

Sigit menambahkan, Agus dan Sugeng dijerat Pasal 340 jo 55 ayat 1 ke-1 subsider Pasal 338.

"Ancamannya seperti yang dikatakan Majelis Hakim, paling tinggi hukuman mati," ujar dia.

Reaksi Aulia Kesuma dan Anaknya Dengar Vonis Hakim

Saat putusan dibacakan bergantian oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Aulia yang mengenakan jilbab biru, di layar protektor tampak serius mendengarkan.

Sidang digelar secara teleconference melalui layar protektor.

Aulia merupakan istri muda Pupung dan ibu tiri Dana

Motif pembunuhan terhadap Pupung dan Dana, diketahui bahwa Aulia ingin menguasai rumah korban.

Sebab Aulia terjerat utang di dua bank hingga Rp 10 Miliar.

Saat putusan dibacakan bergantian oleh majelis hakim, Aulia yang mengenakan jilbab biru, di layar protektor tampak serius mendengarkan.

Begitu juga dengan Geovanni, yang kadang di layar protektor hanya bagian atas kepalanya saja yang ditampakkan.

Aulia dan Geovanni tampak berada di tempat terpisah di layar protektor.

Ketika Ketua Majelis Hakim Yosdi menyatakan bahwa hukuman terhadap keduanya adalah pidana mati, ekspresi wajah Aulia makin lesu dan pasrah.

Ia kemudian mengangkat kedua telapak tangannya dan diusapkan atau ditutupkan ke wajahnya beberapa saat.

Pandangannya semakin kosong.

Satu tangannya kemudian diletakkan di dahinya beberapa saat.

Entah apakah itu tanda ia pasrah atau mencoba berpikir mencari upaya agar lolos dari hukuman mati.

Sementara itu Geovanni, tampak lebih sering menyembunyikan wajahnya di layar protektor selama sidang berlangsung.

Begitu juga sewaktu majelis hakim menjatuhkan vonis mati terhadap dirinya.

Ia semakin menundukkan kepalanya sehingga hanya rambut dan dahinya saja yang tampak di layar protektor.

Reaksi Pengacara: Vonis Terlalu Sadis

Kuasa Hukum Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin, Firman Candra mengatakan vonis hukuman mati atas kliennya dinilai terlalu sadis.

Di tengah seluruh dunia yang menghapus hukuman mati, vonis terhadap kliennya dinilai bertentangan dengan HAM.

"Kami terus terang sebagai kuasa hukum melihat ini terlalu sadis. Pertama semua negara sudah menghapus yang namanya hukuman mati dan kasus apapun baik pembunuhan, baik tindak pidana korupsi ataupun kasus lain," kata Firman saat ditemui usai sidang putusan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (15/6/2020).

Ia menuturkan vonis hukuman mati bertentangan dengan deklarasi universal terkait hak asasi manusia (HAM). Vonis tersebut dinilai akan bertentangan dengan deklarasi tersebut.

"Karena semua negara menghapus hukuman mati. Kenapa Indonesia masih bersikeras ada hukuman mati? di deklarasi universal hak asasi manusia semua sudah hampir semua dihapuskan. itu yang akan kita perjuangkan," jelasnya.

"Kita akan menyurati ke presiden, komisi III bahwa tolong hukuman mati itu harus segera dihapuskan karena sudah melanggar deklarasi universal hak asasi manusia," lanjutnya.

Di sisi lain, ia menuturkan sejumlah permintaan yang diminta kliennya untuk menghadirkan saksi yang meringankan kerap ditolak selama persidangan. Padahal, saksi tersebut bisa jadi pertimbangan majelis hakim.

"Jadi ada unsur ketidakadilan kenapa request kami dari menghadirkan saksi meringankan. padahal kita sudah menyediakan dua saksi yang meringankan dan kenapa tidak diamini dan tidak disetujui oleh majelis hakim," jelasnya.

Tak hanya itu, hukuman mati dinilainya sadis karena kliennya Aulia Kesuma memiliki anak yang masih berusia 4 tahun bernama Reyna. Anak tersebut disebutkannya hasil buah hati dari suami yang telah dibunuh oleh Aulia.

Banding dan Minta Grasi ke Jokowi

Aulia Kesuma dan putranya, Geovanni Kelvin akan mengajukan banding terkait vonis hukuman mati yang diketok Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Keduanya memastikan vonis tersebut bukan titik akhir dari upaya proses hukum yang harus dilaluinya.

Demikian disampaikan Kuasa Hukum Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin, Firman Candra saat ditemui usai sidang putusan kliennya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).

"Kita akan melakukan upaya karena terus terang ini masih panjang. Kita sudah diskusi dengan terdakwa 1 dan terdakwa 2. Kita akan melakukan upaya hukum berikutnya di Indonesia yang telah disediakan," kata Firman.

Firman menuturkan kliennya akan melakukan berbagai upaya hukum tertinggi di Indonesia.

Baca: Ini Rincian Gaji Polisi di Indonesia, dari Pangkat Terendah hingga Jenderal

Bahkan apabila semuanya masih buntu, mereka akan meminta bantuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan grasi.

"Kami ingin naik banding, kasasi, PK dan terakhir kita akan minta grasi ke presiden Indonesia. Karena ini (hukuman mati, Red) sudah bertentangan dengan deklarasi universal tentang hak asasi manusia. Kami berharap hukuman mati bisa dihapuskan," katanya. (Tribunnews.com/Kompas.com/TribunJakarta.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini