TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pers mengaku belum menerima surat klarifikasi yang dilayangkan Bareskrim Polri terkait penolakan pemeriksaan Edy Mulyadi terkait video reportase bentrokan FPI-Polri di rest area KM50 jalan tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat.
"Sampai hari ini saya masih belum ada denger suratnya," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Agung Dharmajaya saat dikonfirmasi, Sabtu (19/12/2020).
Agung menyebutkan pihak Dewan Pers juga sampai saat ini masih belum berkomunikasi dengan Edy Mulyadi.
Dia bilang, pihaknya juga ingin mendengar keterangan langsung dari Edy.
"Edy juga belum ada komunikasi dengan kita. Jadi rasanya fair lah, saya juga ingin denger dari Edy ceritanya sebetulnya seperti apa. Tidak boleh juga sepihak saya mendengar dari satu sisi," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan Dewan Pers ingin mendengar kesaksian Edy Mulyadi mengenai video reportasenya yang menjadi salah satu bahan materi penyidikan Polri.
Nantinya, keterangan Edy akan dikonfrontir dengan penyidikan yang tengah dilakukan oleh Polri.
"Jadi memang idealnya saya denger dulu mungkin dari Edy. Bisa juga saya denger apakah keberatan itu terkait materi pemberitaannya atau saksi di dalam keterangannya yang lain yang menyangkut kesaksian yang lain. Jadi kami lagi butuh penjelasan yang utuh dulu sampai hari ini belum ada dari Edy dan Bareskrim sendiri," tukasnya.
Bareskrim Polri sebelumnya melayangkan surat klarifikasi kepada dewan pers terkait penolakan pemeriksaan jurnalis Edy Mulyadi mengenai video reportase bentrokan FPI-Polri di rest area KM50 jalan tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat.
Baca juga: Jurnalis Edy Mulyadi Tolak Diperiksa, Bareskrim Kirimkan Surat Klarifikasi ke Dewan Pers
"Kemarin saudara EM menolak diperiksa karena menyangkut UU Pers no 40 tahun 1999. Hari ini Bareskrim Polri telah melayangkan surat klarifikasi kepada Dewan Pers terkait status kewartawanan dan perusahaan medianya," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian dalam keterangannya, Jumat (18/12/2020).
Andi Rian menyampaikan pokok klarifikasi yang diinginkan Polri kepada Dewan Pers. Khususnya terkait hubungan dugaan suatu tindak pidana dari video jurnalistik dengan status profesi kewartawanan.
"Bareskrim berharap Dewan Pers menanggapi tak hanya klarifikasi namun juga arahan dan petunjuk bagi Polri terkait hubungan suatu peristiwa tindak pidana ataupun perdata dengan wartawan. Termasuk produk jurnalistik yang disiarkan di perusahaan media ataupun pada perusahaan penerbitan pers," pungkasnya.
Diketahui, Jurnalis Edy Mulyadi telah dicecar sebanyak 26 pertanyaan oleh penyidik terkait video reportase bentrokan FPI-Polri di sekitar jalan tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Senin (8/12/2020) lalu.
Dia menyampaikan pihaknya sempat menolak pemeriksaan penyidik sebagai saksi dalam hasil video reportasenya terkait bentrokan FPI-Polri. Sebab, dia hanya kapasitas menyampaikan apa yang disampaikan oleh saksi yang ada di lokasi.
"Saya bukan saksi, saya tidak mendengar, tidak melihat tidak mengetahui saat kejadian gitu loh. Kalau wawancara sama saksi kemudian berubah jadi saksi bahaya juga. Saya dengar cerita saksi, kemudian menjadi saksi," kata Edy di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/12/2020).
Lagi pula, kata dia, konten video reportasenya tidak bisa diperiksa oleh Polri lantaran aturan UU Pers Nomor 40 tahun 1999. Perdebatan terkait produk jurnalistik dapat diadukan ke dewan pers.
Edy mengaku sempat berdebat cukup panjang dengan penyidik terkait statusnya sebagai saksi. Akhirnya, dia mengalah untuk diperiksa oleh penyidik.
"Cuma akhirnya mereka nanya okelah saya hormati tugas. Mereka sampai pertanyaan 23 pertanyaan itu sudah selesai salat magrib saya bilang stop saya nggak mau. Kalau kalian tetep ngotot dengan pertanyaan berikutnya saya mau kembali ke pertama bahwa saya tidak bersedia diperiksa," jelasnya.
Namun, dia kembali menegosiasi mengenai pemeriksaannya tersebut. Alhasil, kedua belah pihak setuju untuk mendapatkan 3 pertanyaan akhir sehingga total menjadi 26 pertanyaan.
"Akhirnya konsultasi sama atasannya segala macam oke pak kita kasih pertanyaan penutup 3," ungkapnya.
Adapun, kata dia, pertanyaan yang diajukan oleh penyidik seputar identitas pribadi hingga profesi sebagai jurnalis. Termasuk, pertanyaan sumber saksi yang didapatkan dalam video reportase tersebut.
"Seputar identitas pribadi anak istri segala macam, terus pekerjaan status kewartawanan terus masuk masalah liputan. Semua masalah liputan masalah terkait pers saya bilang saya jawab nanti akan saya jelaskan di pengadilan," tukasnya.
Edy Mulyadi dipanggil dalam surat bernomor S.Pgl/2792/XII/2020/Dit Tipidum tanggal 11 Desember 2020. Dalam surat itu, Edy diperiksa sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana di muka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.
Dalam video reportasenya, Edy Mulyadi yang tampak menggunakan rompi bertuliskan Forum News Network (FNN) itu menyampaikan reportase di jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 yang menjadi titik lokasi bentrokan FPI dan Polri pada Senin (7/12/2020) lalu.
Dalam video tersebut, Edy Mulyadi melakukan investigasi terkait adanya insiden penembakan Polri terhadap 6 orang laskar FPI di lokasi tersebut.
Edy juga menjelaskan kronologi detik-detik mobil 6 orang laskar FPI masuk ke dalam rest area tersebut hingga dilakukan penyergapan oleh polisi.
Keterangan tersebut didapatkannya berasal wawancara pedagang ataupun tukang parkir di sekitar lokasi.