Laporan Wartawan TribunJakarta.com Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Oktober 2020, harga kedelai terus meroket, dari mulai normalnya Rp 7.200 per kilogram, kini menjadi Rp 9.200 per kilogram.
Harga itu memukul para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang memproduksi tempe di Kampung Tempe, Jalan Wahid, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel).
Ade, salah satu palaku usaha tempe di Kampung Tempe itu mengatakan, sejak Oktober, dirinya dan pengusaha tempe lainnya mulai mengecilkan ukuran tempe.
Harga yang perlahan naik membuat mereka harus mengurangi ukuran tempe demi menutup ongkos produksi.
"Ukuran dikurangi sudah sejak Oktober. Kan pas Oktober harga mulai merangkak naik. Gimana solusinya tetap jalan, ukuran dikurangi," kata Ade.
Namun cara tersebut nampaknya tidak berpengaruh terhadap harga kedelai.
Kacang kedelai terus meroket sampai hari ini.
Mengecilkan ukuran hanya demi asal "dapur tetap ngebul" namun tidak menyelesaikan masalah utama.
Sementara pembeli terus mengeluh karena mereka harus membeli lebih banyak.
Akhirnya para pelaku usaha tempe kompak mogok kerja selama tiga hari mulai Jumat (1/1/2021) sampai Minggu (3/1/2021).
Sebuah bentuk protes sekaligus upaya bermain di ranah mekanisme pasar untuk menurunkan harga kedelai agar kembali terjangkau.
"Tapi kan 'Bu tahu sendiri kacang lagi mahal', setiap ada pembeli saya kasih tahu, supaya mereka paham. Nanti ada mogok Bu, mogok massal se-Indonesia enggak produksi tahu tempe.' Sampai susu kedelai libur, karena menghargai tahu tempenya ini," ujarnya.
Ade mengatakan, harga kedelai Rp 9.200 per kilogram terlalu tinggi.
Baca juga: Terekam CCTV, Dua Kelompok Pemuda Terlibat Tawuran di Jalan Pinang Ranti 2 Jakarta Timur