Zainal melakukan penelitian ini seiring isu pencemaran yang kian santer dan dengan parameter yang lebij spesifik.
"Jadi studi awal lah kalo dalam Indonesianya. Jadi data dasar. Jadi selama ini kan memang isu pencemaran itu lebih banyak ke pencemaran logam berat, pencemaran minyak, kalau ini kita mulai melihat anglenya ke pencemaran pharmaceuticals dan antibiotik. Ini karena kan termasuk kita sebut pencemaran yang trennya mulai meningkat," lanjutnya.
Baca juga: Belum Sebulan PTM Digelar, Sejumlah Siswa SD, SMP, SMA di Bekasi dan Tangerang Terpapar Covid-19
Selain itu, kejadian ini menjadi yang pertama di Indonesia.
Zainal menilai di Asia Tenggara juga jarang kejadian serupa.
"Betul. Mungkin di Asia Tenggara jg ga banyak. Jadi kalau paracetamol itu kan obat untuk penurun panas dan tidak diresepkan," ungkapnya.
Meski belum mengetahui sumber pencemaran ini berasal dari mana, namun Zainal mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan tingkat kesehatan masyarakat.
"Saya kira ada dua point saja ya, yang pertama kita harus berhati-hati menggunakan obat yang bebas ya, yang mudah dibeli yah. Paracetamol ini macam-macam obatnya bisa mixagrip over konter ya yang bisa dibeli bebas tidak perlu resep dokter ya," paparnya.
"Kedua saya kira itu terkait dengan harapan agar pemerintah lebih memperhatikan tingkat kesehatan masyarakat ya itu terkait dengan pengelolaan limbah cair berstruktur atau treatmen nya, karena paracetamol itu akan di ekskresikan dibuang lewat air seni dan juga esesikan. Tapi intinya bahwa sumber paracetamol di perairan itu dalam hal ini kasusnya di Teluk Jakarta," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Konsentrasi Tinggi Paracetamol di Angke dan Ancol Diduga Berasal dari Limbah Farmasi,