TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mendiang Sabam Sirait bukan semata melegenda di gelanggang politik sebagai pendekar demokrasi atau sebagai tokoh pluralis sejati pejuang kemanusiaan yang dikenal tokoh lintas agama dan aliran.
Mendiang Sabam Sirait yang dikenal sebagai guru politik dari lintas partai ini juga sangat dikenal dekat oleh para tetangga di sekitar rumah.
Tak heran, begitu kabar duka menyeruak, para tetangga di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, ikut berduka dengan sangat mendalam.
Kehadiran Sabam dan istri di kawasan itu dimulai sejak akhir tahun 1977-an.
Saat itu daerah tersebut adalah kebun dan banyak pepohonan, terutama pohon rambutan.
Saat itu, Sabam adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), partai yang ia dirikan bersama dengan 9 kolega lainnya melalui fusi.
Partai itu berdiri pada 10 Januari tahun 1973.
Sebagai anggota DPR, Sabam memilih tinggal di Pesanggrahan yang masih berubah kebun.
Bila musim hujan tiba, kawasan itu menjadi sangat becek. Sementara untuk sampai ke jalan yang dilintasi mobil atau angkutan umum, harus melintasi jalan setepak sekitar 60 meter.
Seringkali Sabam, bila hujan datang, harus membungkus kaki bersepatu dengan kantung keresek.
Dan bukan sekali dua kali Sabam pergi dengan menggunakan angkuta umum ke Senayan.
Di mata tetangga, Sabam dikenal orang yang sosok sederhana.
Lebih dari itu, Sabam bergaul dengan tetangga dan senantiasa datang membantu bila diperlukan.
Ibu Mutia "asli kampung sini" menjadi saksi.