Khususnya di wilayah padat penduduk, dan lingkungan masyarakat tidak mampu.
Selain aksesnya yang sulit, kualitas air di ibu kota juga dianggap buruk, sehingga tidak layak digunakan atau dikonsumsi masyarakat.
"Pasokan air yang kerap terhambat akibat kecilnya daya jangkau air, mutu atau kualitas air yang buruk, dan memburuknya kualitas air tersebut."
"Ini tentu saja akan berakibat pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat," ujarnya.
3. Penanganan Banjir
Baca juga: LBH Jakarta Serahkan Rapor Merah ke Anies, Pemprov DKI: Kami Terbuka dengan Kritik
Pemprov DKI dianggap belum bisa menangani masalah banjir sampai ke akarnya.
Pasalnya, penanganan banjir selama ini hanya fokus pada aliran sungai di wilayah Jakarta dengan menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir lewat betonisasi.
Padahal, ada beberapa tipe banjir, yaitu banjir karena hujan lokal, banjir kiriman hulu, banjir rob, banjir akibat gagal infrastruktur, dan banjir kombinasi.
"Pada beberapa Peraturan Kepala Daerah pun masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai," tuturnya.
4. Penataan Kota Belum Partisipatif
Penataan kota dengan pendekatan partisipasi warga atau Community Action Plan (CAP) merupakan bagian dari 23 janji kampanye Anies.
Salah satu contoh penerapannya ialah pembangunan Kampung Akuarium di wilayah pesisir utara Jakarta.
LBH Jakarta menilai penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal layak bagi warga Kampung Akuarium.
5. Pemprov DKI Tak Serius Perluas Akses Bantuan Hukum