Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus perampasan aset tak bergerak atau mafia tanah yang diduga dilakukan mantan asisten rumah tangga (ART) Nirina Zubir, Riri Khasmita, rupanya telah terdeteksi Badan Pertanahan Nasional sejak 5 tahun silam.
Menurut data BPN Kanwil DKI Jakarta sertifikat tanah milik keluarga Nirina juga sudah dijaminkan ke beberapa bank. Total pinjamannya pun mencapai Rp 8,4 miliar dari 6 sertifikat tanah yang diagunkan.
"Dari sistem kita cek ternyata 6 sertifikat ini ada hak tanggungan di BCA dan BRI nilainya juga tidak kecil. Ada yang Rp 5 miliar dan Rp 1,2 miliar dan Rp 1,2 miliar lagi," kata Kakanwil BPN DKI Jakarta Dwi Budi Martono di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: Nirina Emosi Ditatap Sinis oleh ART Perampas Tanah Ibunda: Kamu Masih Berani Natap Saya Seperti Itu
Dwi menjelaskan bahwa keenam sertifikat milik keluarga Nirina Zubir ini juga telah beralih kepemilikan alias sudah balik nama.
Semua proses peralihan itu dilakukan oleh Riri Khasmita dan suaminya, Edrianto.
Peralihan kepemilikan sertifikat tanah ini dilakukan jauh sebelum Nirina Zubir mengetahui bahwa dokumen itu telah berpindah tangan.
"Ini peralihannya sudah terjadi sejak lama. Catatan BPN terjadi tahun 2016, ada yang 2017 dan terakhir 2019 dari enam sertifikat ini," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menjelaskan, proses peralihan hak milik tanah banyak dilakukan dengan dua cara.
"Terjadinya peralihan hak atas objek tidak bergerak dengan cara yang salah sering terjadi di masyarakat manakala pemilik dikuasakan oleh orang lain. Pintunya itu adalah melalui notaris yang membuat akta jual beli," ujar Tubagus.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa ada 4 cara peralihan hak milik tanah yakni melalui jual-beli, warisan, hibah dan putusan pengadilan.
Seluruh proses peralihan kepemilikannya melalui notaris.
"Maka peralihan hak ini bisa terjadi dengan berbagai cara. Sehingga, peralihan hak yang salah dapat dipastikan ada peran notaris di sana yabg yang turut membantu dengan membuat akta jual beli," jelasnya.
Khusus dalam perkara ini, ia menyebut peralihan hak atas tanah dilakukan dengan melanggar SOP hingga terkesan seolah-olah sah.
"Contoh yang paling sederhana kok bisa beralih, adalah tidak hadirnya para pihak yang berhak atas sertifikat itu di hadapan notaris. Kemudian tidak terselenggaranya kewajiban dari para pihak sehingga bisa beralih karena sudah dikuasakan ke orang lain," tuturnya.
Hal ini diketahui dalam penanganan kasus Nirina Zubir, Tubagus mengatakan terdapat pemalsuan dokumen-dokumen sehingga proses peralihan kepemilikan itu terjadi.
Salah satu yang vital adalah pemalsuan akta kuasa menjual.
"Jadi rangkaian itu dilakukan oleh notaris, seolah-olah tersangka ini mendapat kuasa dari si pemilik tanah bahwa telah menjual terhadap objek itu," tandasnya.