TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah bersurat enam kali ke Polda Metro Jaya, kasus dugaan pemalsuan akta jual beli tanah seorang kakek Tukang AC NG Jen Ngay (70) disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Dalam sidang itu, Ng Jen Ngay sebagai Tergugat I (70) dengan terduga mafia tanah AG sebagai Penggugat dalam persidangan di PN Jakarta Barat, Kamis (13/1/2022).
Kuasa Hukum Ng Jen Ngay, Aldo Joe berharap, Ketua Majelis hakim kasus yang viral ini bisa diputuskan seadil adilnya.
Hal itu tak lepas dari kliennya yang hanya seorang tukang service ac yang menguasai bangunan dan tanah di kawasan Tamansari, Jakarta Barat sejak Tahun 1990.
“Sebenarnya tidak ada alasan hakim mengabulkan gugatan Penggugat. Karena semua bukti telah kami serahkan,” kata Aldo, Kamis (12/1/2022).
Dalam perkara ini, Aldo telah melampirkan lebih dari 35 bukti lembaran jual beli tanah, mulai dari sertifikat.
Tak hanya itu, kuasa hukum juga membawa surat pernyataan permohonan maaf Penggugat yang mengakui kesalahannya, dan akan mengganti kerugian kepada Tergugat I.
Baca juga: Kisah Kakek Muchtar Biasa Saja Terima Rp 7,5 Miliar Ganti Rugi Tol Trans Jawa: Sudah Biasa
Sementara pihak Pengunggat, lanjut Aldo, sampai dengan persidangan terakhir tak pernah sekalipun menunjukkan bukti akta jual beli yang sah kepada Tergugat I. Hal itu diperkuat dengan foto yang menjadi bukti otentik bahwa dirinya berada di rumah yang menjadi sengketa.
“Logika dasar, Anda tak mungkin membeli tanah bermilyaran tanpa mengecek langsung kondisinya. Penggugat tak bisa menunjukkan sama sekali bukti bahwa penjualan itu sah,” jelasnya.
Aldo menyebut dalam hal ini, Hakim yang sama menangani perkara dua orang yang terlibat dalam kasus mafia tanah tersebut telah menjadi terdakwa sebelumnya meninggal di tahanan beberapa bulan lalu.
Sementara itu, Polres Metro Jakarta Barat mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap AG setelah sebelumnya sempat menjadi tersangka dan ditahan.
Hal itu dirasa ganjil oleh pihak Ng Je Ngay karena dilakukan dengan dalih alat bukti yang tak cukup.
“Untuk menjadi tersangka diperlukan dua alat bukti yang cukup. Sempat ditahan, kok bisa menjadi kurang alat bukti alasannya. Ini menjadi tanda tanya besar penanganan kasus yang berproses di Polres Metro Jakarta Barat,” kata Aldo.
Aldo menduga ada intervenci yang dilakukan seseorang di lingkungan polri yang kemudian membuat kasus mafia tanah di Polres Metro Jakarta Barat ini tarik ulur.
Untuk itu, ia akhirnya mengirimkan surat aduan ke Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran hingga 6 kali.
“Awalnya saya apresiasi Polres Metro Jakarta Barat melalui Kapolres yang membuat kasus ini tegak lurus. Namun entah kenapa jadi belok-belok, dari ditahan kemudian ditangguhkan hingga akhirnya sekarang dibebaskan,” keluhnya.