"Kalau bicara prosedural sebelum pergantian itu kan sosialisasi terlebih dahulu, sosialisasi rencana pergantian. Ini yang terjadi kan masyarakat tidak tahu, tahu-tahu sudah pergantian, maka terjadi kegaduhan," lanjutnya.
Baca juga: Beda Respons Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria Soal Spanduk Penolakan Pergantian Nama Jalan
Kemudian, evaluasi dibutuhkan lantaran pergantian nama jalan tak sesederhana yang diucapkan Pemprov DKI Jakarta.
Jemput bola, kata Gembong, tak membuat seluruh pergantian administrasi di masyarakat menjadi mudah.
"Yang kedua ngga boleh pemprov menyederhanakan persoalan gitu loh, seolah-olah mungkin sederhana banget kan," pungkasnya.
Pengamat Nilai Pergantian Nama Jalan Perlu Dievaluasi
Polemik pergantian nama jalan di Jakarta masih terus bergulir.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai perlu adanya evaluasi kembali oleh Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Ujang, program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu perlu menimbang aspirasi masyarakat.
Seperti diketahui, berbagai penolakan bermunculan dari pergantian nama jalan yang sudah dilakukan.
Namun Anies tetap ngotot akan melanjutkan pergantian nama jalan tahap dua.
"Semua harus adil untuk kepentingan masyarakat Jakarta, bangsa dan negara. Artinya ketika ada penolakan masih ada aspirasi yang harus diperhatikan oleh Anies atau Pemprov. Ini harus dievaluasi. Bagaimanapun kebijakan itu harus rasional, realistis dan bermanfaat bagi masyarakat Jakarta, bangsa dan negara dan tentu kepentingan umum/publik," katanya saat dikonfirmasi, Minggu (3/7/2022).
Baca juga: Perubahan Nama Jalan, DPRD DKI Siap Tampung Keluhan Warga, Anak Buah Anies Baswedan Bakal Dipanggil
Keterlibatan semua pihak menjadi poin paling penting dalam hal ini, terutama warga yang terdampak pergantian nama ini.
Musyawarah yang dilakukan pun harus sampai selesai, atau dalam artian mencapai titik temu.
Sebab, kata Ujang, kebijakan yang diambil haruslah partisipatif.