“Dan menghukum tergugat dan para tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 642 ribu," ucapnya
Sedari awal, keputusan Gubernur Anies Baswedan menetapkan kenaikan UMP DKI 2022 sebesar 5,1 persen memang menuai polemik.
Pasalnya, kebijakan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan justru melanggar aturan.
Walau demikian, Anies tetap ngotot menaikan UMP sebesar 5,1 persen. Ada tiga dasar hukum yang kemudian dipakai eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
Pertama, UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia.
Kemudian, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang diubah dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
Terakhir, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yang diubah dalam UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.
Alhasil, putusan ini pun mengundang reaksi buruh dan mereka sempat menggeruduk kantor Anies di Balai Kota DKI pada Rabu (20/7/2022) lalu.
Para buruh mendesak eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu untuk segera melakukan banding atas putusan PTUN.
Bahkan, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh sempat mengancam bakal kembali melakukan demo di Balai Kota Jakarta bila Anies tak mengajukan banding soal UMP 2022.
Baca juga: Respon Wagub DKI Jakarta Terkait Buruh Desak Pemprov Banding Putusan PTUN Soal UMP
Hal ini diungkapkan Presiden KSPI Said Iqbal yang mengaku sudah berkomunikasi dengan Gubernur Anies Baswedan.
Dalam komunikasi tersebut, ia menyebut Gubernur Anies Baswedan cenderung tidak akan melakukan banding.
"Walaupun belum diumumkan secara resmi, KSPI dan Partai Buruh mengecam sikap Gubernur DKI yang kecenderungannya tidak melakukan banding," ucapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (27/7/2022).
Buruh apresiasi konsistensi Anies Baswedan