Pada awal pembukaannya tahun 1970-an, terdapat 300 orang wanita tuna susila (WTS) dengan 76 orang muncikari.
Kemudian, di tahun 1999 menjelang ditutupnya lokasi ini, jumlah WTS mencapai 1.615 yang dibawahi 258 orang muncikari.
Alih-alih menjadi tempat pembinaan bagi para pekerja seks, tempat tersebut justru menjadi tempat para muncikari melancarkan niatnya.
Keberadaan tempat itu membuat gerah masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Mereka pun mendesak agar lokalisasi Kramat Tunggak ditutup.
Baca juga: Soal Kubah Masjid Jakarta Islamic Centre Kebakaran, Diduga dari Percikan Las
Pada 1997 direkomendasikan agar Lokres tersebut ditutup.
Kemudian pada 1998 dikeluarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 495/1998 tentang penutupan panti sosial tersebut.
Lokres Kramat Tunggak kemudian secara resmi ditutup pada 31 Desember 1999.
Pemda Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan eks lokres Kramat Tunggak.
Setelah dibebaskan banyak muncul gagasan terhadap lokasi bekas Kramat Tunggak tersebut.
Ada yang mengusulkan pembangunan pusat perbelanjaan (mall), perkantoran, dan lain sebagainya.
Namun Gubernur H Sutiyoso memiliki ide lain, yaitu membangun Islamic Centre.
Gagasan Gubernur DKI Jakarta dua periode itu mendapatkan respons yang sangat positif.
Pembangunan Masjid Jakarta Islamic Centre mulai berjalan di tahun 2001.
Lalu, pada 4 Maret 2003, akhirnya diresmikan oleh Sutiyoso.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PROFIL Jakarta Islamic Centre yang Terbakar, Lokasi Berdirinya Masjid Bekas Tempat Prostitusi Besar
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Nuryanti/Milani Resti Dilanggi, TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino/Rr Dewi Kartika H, Kompas.com/Reza Agustian)