TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketersediaan bahan pangan dan kecukupan gizi bagi masyarakat sangat penting untuk mendukung tercapainya sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing tinggi. Namun kenyataannya, masih terdapat 69,1 persen penduduk Indonesia yang tidak memiliki akses pangan yang bergizi.
Kemiskinan Akan Berkorelasi Erat Dengan Ketahanan Pangan
Utusan Khusus Presiden Bidang Kerjasama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan (UKP-BKPKKP) Muhammad Mardiono mengatakan, masalah kemiskinan akan berkorelasi erat dengan ketahanan pangan.
Hal ini sebagai implikasi dari rendahnya daya beli atau ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses atau memenuhi kebutuhan pangan bergizi dan seimbang.
Pernyataan itu disampaikan Muhammad Mardiono dalam acara Forum Group Discussion (FGD) di Jakarta, Sabtu (4/11/2023).
FGD itu dengan Tema Inovasi Pengolahan Pangan Lokal Sebagai Gerakan Nasional Pengurangan Kehilangan Dan Pemborosan Makanan,
FGD diikuti ratusan peserta dengan menghadiri puluhan chef dengan berbagai keahliannya dalam memproduksi pangam bergizi. FGD juga dimeriahkan dengan demo memasak makanan khas dari berbagai daerah.
74 Kabupaten/Kota Memiliki Indeks Ketahanan Pangan Dan Kerentanan Pangan
Menurut Mardiono, sebanyak 74 kabupaten/kota yang memiliki indeks ketahanan pangan dan kerentanan pangan merupakan wilayah pedesaan. Sebaliknya, banyak di banyak tempat terjadi kehilangan pangan atau pemborosan pangan.
Secara global, kata Mardiono, sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahun.
“Realitas ini memberikan gambaran bahwa rakyat Indonesia ikut andil dalam pemborosan makanan tersebut,” ujar Mardiono.
Sampah Makanan Sebabkan Negara Mengalami Kerugian Ekonomi
Sementara itu, akibat sampah makanan telah menyebabkan negara mengalami kerugian ekonomi yang mencapai Rp 500 triliun pertahun atau setara dengan 4 – 5 persen Produk Domestik Brutto (PDB) Indonesia.
Ia mengungkapkan, sampah makan di Indonesia juga turut menyumbang sekitar 8 – 10 persen emisi gas rumah kaca, dan fakta tersebut menyababkan terjadinya pemanasan global.
Bahkan, jelas Mardiono, sejauh ini Indonesia menempatkan peringkat keempat sebagai negara dengan produksi sampah makanan terbesar di dunia, setelah China, India, dan Nigeria denngan produksi sampah mencapai 21 juta ton tiap tahun
Oleh karena itu, Mardiono minta agar para shef terus berinovasi seputar makanan lokal untuk dikembangkan secara nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah pedesaan.
“Produksi bahan makanan di pedesaan cukup melimpah, tapi masyarakat belum memiliki panduan memproduksi makanan yang bergizi dari bahan pangan yang ada di sekelilingnya,” papar Mardiono.