Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan pelecehan seksual oleh Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno terhadap dua pegawainya masih bergulir.
Terbaru, korban berinisial RZ mengirim surat kepada Komisi III DPR RI hingga Menkopolhukam, Hadi Tjahjanto dengan memohon untuk mengawasi kasus tersebut.
“Upaya kami agar kasus ini terus dikawal dan dalam pengawasan Komisi 3 dan Menkopolhukam,” kata Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani kepada wartawan, Selasa (26/3/2024) malam.
Di sisi lain, Amanda turut mengapresiasi pihak kampus, khususnya Plt Rektor, Sri Widyastuti dan Satgas PPKS UP yang sudah merespon surat kliennya.
Meski Satgas PPKS yang terbilang masih seumur jagung, namun menurutnya satgas tersebut melakukan tugasnya untuk mengawal kasus ini walaupun terlapor merupakan salah satu petinggi di jamannya.
“Satgas PPKS UP dan Plt Rektor UP melakukan pengawalan dan pengawasan hingga kasus terang benderang dan memberikan hak dari korban,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Edie dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.
Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.
Klaim Kasusnya Dipolitisasi
Baca juga: Kasus Pelecehan 2 Karyawan, Rektor UP Nonaktif Hari Ini Jalani Visum Psikiatrikum di RS Polri
Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.
Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.
"Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.
Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.
"Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami," pungkasnya.