Di samping itu, seluruh putusan sanksi ini disebut berdasarkan rekomendasi hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Jadi kami melaksanakan hasil pemeriksaan atau rekomendasi-rekomendasi yang telah diberikan oleh Itjen Kemendikbud," jelas Sutarno.
Ditemukan aliran dana
Kejaksaan Negeri Depok menemukan adanya aliran dana yang masuk ke kantong oknum guru yang terlibat dalam pencucian nilai rapor.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, Arif Ubaidillah menjelaskan, pihaknya telah memeriksa sembilan orang saksi dalam kasus tersebut.
Selain itu, Kejari Depok juga telah mengumpulkan 50 dokumen rapor yang diduga palsu untuk diselidiki apakah ada tindak pidana korupsi di dalamnya.
Baca juga: Kena Kasus Gratifikasi dan Pencucian Uang, 40 Aset Tanah Eks Bupati Meranti Disita KPK
“Ya kami membenarkan ditemukan adanya aliran dana ke pembuat rapor palsu tersebut yakni oknum guru,” kata Ubaidillah, Senin (5/8/2024)
“Namun untuk pastinya dan detailnya belum dapat kami jelaskan dan akan kami informasikan setelah proses penyelidikan,” sambungnya.
Ubaidillah menambahkan, Kepala Kejari Depok juga telah membentuk tim khusus yang berisi 10 jaksa untuk menyelidiki permasalahan tersebut.
Mark up nilai siswa 20 persen
Modus pencucian nilai tersebut adalah menaikkan nilai para siswa 20 persen dari nilai awal.
"Jadi Kemdikbud membuka (data), kalau tidak salah itu rata-rata dinaikkan 20 persen lah nilainya, dinaikkan sekitar 20 persen dari e-rapor," kata Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidkan (Kadisdik) Jawa Barat Mochamad Ade Afriandi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/7/2024).
Ade mengungkapkan, dirinya menyayangkan hal ini terjadi di lingkungan Kota Depok. Terlebih, nilai sesungguhnya para murid masih terbilang bagus dan dikategorikan lulus penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Baca juga: 3 Fakta 51 Siswa SMP di Depok Gagal Masuk SMA Negeri Diduga Mark Up Nilai, Ini Kata Dinas Pendidikan
"Padahal tidak harus 'cuci rapor' (manipulasi nilai) ya, artinya real saja. Itu pasti peluang yang diterima (ke sekolah negeri) ada, gitu," ujar Ade.
"Tapi kalau kelihatannya mungkin gitu ya, namanya di-up (naikkan nilainya) itu kan ingin lebih pasti gitu (biar bisa diterima)," tambahnya.
Berdasarkan keterangan Ade, kecurangan ini diketahui pihaknya saat menjalani rapat bersama Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbudristek pada Jumat (12/7/2024) lalu.