TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten dipastikan tidak memiliki izin.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten menyatakan bahwa pemagaran ini melanggar aturan yang berlaku karena tidak memiliki izin resmi.
Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menegaskan bahwa laut seharusnya menjadi wilayah terbuka. Eli menyebut, pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Kawasan ini adalah tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.
Baca juga: Pagar Laut Misterius 30,16 Km di Perairan Tangerang: Pemilik Misterius, Warga Dibayar Rp 100 Ribu
Pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.
Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.
Warga dikabarkan menerima upah Rp100 ribu untuk memasang pagar-pagar bambu sejauh 30,16 kilometer tersebut. Pemasangan dilakukan saat malam hari.
Informasi pertama tentang pagar ini diterima DKP Banten pada 14 Agustus 2024. Saat itu, panjang pagar yang terpantau baru sekitar 7 kilometer. Investigasi lebih lanjut dilakukan pada September 2024 dengan melibatkan tim gabungan dari DKP dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Eli menegaskan bahwa kegiatan ini tidak mendapat rekomendasi atau izin dari desa maupun camat setempat. "Kami sudah meminta penghentian aktivitas pemagaran karena tidak berizin," katanya.
Hingga kini, berbagai pihak terus bekerja sama untuk menangani permasalahan ini dan mengungkap siapa di balik pembangunan pagar misterius tersebut. Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi mengaku belum mengetahui informasi siapa yang memasang.
"Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang Rp100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi, Rabu(8/1/2025).
Pemasangan pagar yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji telah berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan beberapa lapisan. Temuan ini berdasarkan informasi dari masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi pada 5 Desember 2024.
Hasil penelusuran bersama nelayan, Fadli menjelaskan bahwa pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat diakses oleh perahu. Namun, di dalam area tersebut, nelayan akan kembali menjumpai pagar lapisan berikutnya.
"Pagar tersebut berbentuk seperti labirin," ungkapnya. Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat serta merugikan dan membahayakan para nelayan.
"Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin," kata Fadli.