Pagar tersebut dipasang berlapis-lapis. Temuan ini berdasarkan hasil pengecekan langsung oleh Ombudsman RI Banten pada 5 Desember 2024.
"Saya naik kapal keliling, jadi itu (pagar bambu) bukan satu lapis, tapi berlapis-lapis. Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya," kata Fadli Afriadi.
Baca juga: Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang Dikebut Malam Hari, Pekerja Tak Tahu Siapa yang Perintahkan
Lebih lanjut, Fadli menyebutkan bahwa pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat dimasuki oleh perahu, dan di dalamnya akan kembali ditemukan pagar lapisan berikutnya.
"Pagar tersebut berbentuk seperti labirin," tambahnya.
Puluhan warga terdampak
Anggota Komisi IV DPR Riyono Caping memperkirakan ada 21.950 orang nelayan dan keluarganya yang terdampak pagar laut tersebut.
Riyono mengaku telah meninjau langsung lokasi tersebut pada Rabu (8/1/2025).
"Menurut data DKP Provinsi Banten, ada 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya di kawasan tersebut. Jika dihitung dengan rata-rata jumlah anggota keluarga, maka sekitar 21.950 jiwa terkena dampak ekonomi akibat pemagaran laut ini," kata Riyono dalam keterangan yang diterima, Kamis (9/1/2025).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menegaskan, pagar tersebut tidak hanya mengganggu akses nelayan, melainkan juga memiliki dampak ekologis.
Ia menyebutkan, pemagaran itu juga berpotensi merusak habitat biota laut.
"Jika nantinya ada reklamasi tanpa izin yang sah, maka kerugian ekologis akan semakin besar,” kata Riyono.
Baca juga: Wakil Ketua Umum MUI Pertanyakan Proyek PIK 2, untuk Rakyat atau Oligarki?
Ia juga menyoroti pentingnya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) bagi pihak-pihak yang memanfaatkan ruang laut lebih dari 30 hari.
"Jika izinnya ada, kenapa tidak disampaikan secara transparan? Jika tidak ada, jelas ini pelanggaran serius yang harus diusut tuntas. Negara harus hadir untuk membela hak nelayan," tutur Riyono.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini dan tidak membiarkan nelayan berjuang sendirian.
"Nelayan kita tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Mereka adalah tulang punggung ekonomi pesisir, dan negara wajib memberikan perlindungan nyata bagi mereka," kata Riyono.