Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutus perkara 140/PUU-XXI/2023.
Pemohon perkara adalah sejumlah perempuan. Mereka semua merupakan seorang ibu yang tidak dapat mengasuh langsung anak kandungnya pasca-bercerai dengan suami.
Guguatan mereka ke MK merupakan upaya mereka untuk memperjuangkan hak asuh terhadap anak.
Pasalnya hingga saat ini mereka masih sulit mendapat hak untuk bertemu anaknya akibat implementasi berbeda terhadap salah satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 330 ayat (1) KUHP tepatnya yang mereka gugat ke MK. Sebab, saat melaporkan mantan suami ke polisi, laporan mereka ditolak.
Menurut polisi, pasal 330 memuat kalimat yang menyatakan 'yang berwenang memiliki pengawasan hukum dari kekuasanya menurut undang-undang atas dirinya'. Sehingga jika sang anak dibawa oleh orang tua kandung, maka ia punya kuasa atas anak tersebut dan bukan merupakan sebuah penculikan.
Namun sayang permohonan para pemohon ditolak. Mahkamah menilai persoalan yang dihadapi oleh para pemohon, yaitu tidak diterimanya laporan para pemohon bahwa terlapor bukan sebagai pelaku tindak pidana dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP, bukan menkadi kewenangan mahkamah untuk menilainya.
Meski begitu, di satu sisi, mahkamah menekankan ihwal penculikan anak oleh orang tua kandung merupakan tindak pidana.
Angelia Susanto, salah satu pemohon, berharap di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden, tak akan ada lagi penerapan hukum yang kabur nantinya saat diterapkan di lapangan seperti yang ia dan rekan-rekannya alami.
Harapan itu Angel sampaikan dalam kesempatannya pada sesi wawancara eksklusif dengan Tribunnews di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (4/10/2024).
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tegaskan Penculikan Anak oleh Orang Tua Kandung Merupakan Tindak Pidana
"Pak Prabowo, bapak presiden yang akan datang. Bapak, saya mohon sekali. Banyak banget ibu-ibu yang mengalami hal seperti ini, pak. Dipisahkan dari anak atau bapak-bapak, orang tua yang dipisahkan dari anak. Kasihan anak-anak kami, pak. Anak-anak yang masih kecil, yang punya masa depan. Ini adalah untuk generasi maju di masa mendatang," ujar Angel.
"Tolong bantu kami, pak. Supaya penerapan hukumnya jelas, implementasi di lapangan," sambungnya.
Angel yang sudah hampir lima tahun tidak tahu lokasi dan kondis anaknya ini juga berharap supaya ia dan rekan-rekannya yang senasib dapat dibantu oleh negara agar bisa bertemu dengan masing-masing buah hati.
"Dan saya mohon lagi, kalau bisa bantu menemukan anak saya dan juga ibu-ibu, bapak-bapak yang lain. Supaya tidak ada lagi kasus seperti ini, pak. Kasus KDRT dan pemisahan anak dari orang tua," harapnya.
Para Pemohon yang Bernasib Sama
Angelia Susanto bersama dengan beberapa pemohon lainnya mengajukan pengujian materiil Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945.
Permohonan teregistrasi dengan nomor perkara 140/PUU-XXI/2023. Selain Angelia, para pemohon lainnya adalah oleh Aelyn Halim, Shelvia, Nur, dan Roshan Kaish Sadaranggani.
Para pemohon seluruhnya memiliki kesamaan, yakni setelah bercerai memiliki hak asuh anak namun saat ini tidak mendapat hak tersebut karena mantan suaminya mengambil anak mereka secara paksa.
Mulai dari Aelyn Halim selaku mengaku tidak mengetahui keberadaan anaknya karena telah disembunyikan oleh mantan suaminya yang
dibawa tanpa sepengetahuan sejak tiga tahun lalu. Ia sudah melaporkan ke pada pihak kepolisian namun tidak diterima dengan alasan yang membawa kabur adalah ayah kandungnya.
Begitu pula Shelvia, mantan suaminya melakukan pemalsuan identitas anak dalam pembuatan paspor tanpa seizinnya untuk pergi ke luar negeri.
Nasib yang sama juga dialami Nur, anak keduanya diculik oleh mantan suami pada akhir Desember lalu yang hingga saat ini terlapor belum dijadikan tersangka dan tidak ada kejelasan mengenai keberadaan anak keduanya.
Selanjutnya Angelia yang memiliki mantan suami warga negara asing masih belum menemukan keberadaan anaknya hingga saat ini. Mantan suaminya menculik anak mereka pada Januari 2020.
Terakhir, Roshan Kaish Sadaranggani ketika anaknya diambil oleh mantan suami telah berupaya melapor ke KPAI dan mengajukan eksekusi melalui Pengadilan Negeri. Akan tetapi, hingga saat ini masih tidak mendapat akses untuk menemui anak-anak.