TRIBUNNEWS.COM - Ratusan orang dari berbagai organisasi keagamaan, persaudaraan etnis, dan organisasi kepemudaan, sejak pukul 19.00 Waktu Indonesia Tengah sudah berduyun-duyun ke salah satu gedung serbaguna di Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
Mereka bersemangat datang ke gedung yang berada di lantai 2 itu untuk mengikuti Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih popular disebut dengan Sosialisasi Empat Pilar MPR.
Acara tersebut sangat istimewa bagi masyarakat Tarakan, terbukti Walikota Tarakan dr. Khairul M. Kes., dan Wakil Walikota Tarakan Effendi Djuprianto hadir dalam sosialisasi itu. Sosialisasi yang digelar pada malam Sabtu tersebut menghadirkan narasumber Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid MA., dan anggota MPR Fraksi PKS Ahmad Syaikhu. Meski Hidayat Nur Wahid (HNW) hadir secara online namun sosialisasi yang digelar tetap semarak.
Dalam pemaparannya, HNW mengatakan Sosialisasi Empat Pilar MPR perlu terus dilakukan dengan berbagai macam cara dan metode.
“Meski secara online, kita harus tetap menggelorakan cinta tanah air dan bangsa,” ujar alumni Pondok Pesantren Gontor itu. Dirinya merasa senang bisa bertatap muka dengan masyarakat Tarakan meski dari Jakarta.
Dikatakan, saat mengenang Kalimantan Utara, ia teringat pada masa lalu bangsa Indonesia memiliki dua pulau yang bernama Sipadan dan Ligitan.
Pulau tersebut keberadaannya tidak jauh dari Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Pulau tersebut rupanya juga diklaim oleh Malaysia sehingga terjadi sengketa. Pria asal Klaten, Jawa Tengah, tersebut sedih saat pengadilan internasional memenangkan Malaysia atas Sipadan dan Ligitan.
“Di tahun 2003, akhirnya kita kehilangan Sipadan dan Ligitan,” ujarnya. Hilangnya Sipadan dan Ligitan menurutnya harus menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia. “Ada pelajaran yang menyentuh agar kita untuk terus mencintai Indonesia,” ujarnya.
Hal demikian disebut oleh HNW penting agar wilayah Indonesia tetap utuh. “Kita tidak bisa membiarkan sejengkal tanah pun lepas dari Indonesia,” tegasnya.
Peristiwa lepasnya Sipadan dan Ligitan diakui bisa terjadi kembali. Menjaga keutuhan wilayah NKRI merupakan salah satu tantangan bangsa ini.
Potensi lepasnya pulau-pulau yang ada karena diklaim oleh bangsa lain bisa terulang. “Hal demikian tak boleh dibiarkan, Kepulauan Riau adalah bagian dari NKRI,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, bangsa ini harus mempertahankan Kepulauan Riau tetap milik Indonesia. Diungkapkan, dari sejarah yang ada, sultan-sultan Riau banyak memberi kontribusi bagi berdirinya NKRI. Sumbangan dan bantuan uang yang tidak sedikit telah diberikan kepada republik ini.
Untuk membela keutuhan wilayah NKRI disebut banyak dilakukan dengan berbagai macam cara. “Dengan sosialisasi ini kita segarkan nilai-nilai kebangsaan,” tuturnya. Untuk itulah acara seperti ini sangat penting untuk dilakukan.
“Bila tidak ada sosialisasi, kita akan semakin asing dengan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut HNW mendengar pemaparan dari Walikota Tarakan bahwa di sana ada keberagaman penduduk. Di Tarakan, disebut oleh Walikota, ada berbagai macam etnis, suku, dan bahasa masing-masing.
Menanggapi hal yang demikian, HNW membenarkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam. Saat hendak menyusun dasar negara, Panitia 9 yang dibentuk pun juga terdiri dari perwakilan yang memiliki latar yang beragam suku, agama, ormas, dan aliran kebangsaan.
Meski demikian keberagaman itu tidak membuat konflik atau deadlock dalam mengambil keputusan. “Keberagaman yang ada justru membuat para pendiri bangsa bisa bersatu,” tuturnya.
Nilai-nilai yang ditauladankan oleh pendiri bangsa, yang lebih mengedepankan persatuan, perlu disegarkan kembali apalagi dalam menghadapi tahun-tahun politik. Kerawanan di tahun politik bisa dicegah dengan cara mengingatkn kembali tujuan dan hakekat apa negara ini dilahirkan.(*)