TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR Dr. Hidayat Nur Wahid, Lc, MA, mengatakan, menyambut akan adanya Indonesia Emas dengan peringatan 100 tahun Indonesia Merdeka, maka generasi milenial, generasi Z, generasi Alpha, semenjak tahun 2024 ini agar mempersiapkan diri menghadapi bonus demografi dan momentum Indonesia Emas tahun 2045. Termasuk mempersiapkan bagaimana agar generasi milenial dan generasi Z memaknai, memahami, dan mengamalkan Pancasila.
"Sebagaimana persiapan yang dilakukan pemuda Indonesia pada tahun 1924, kemudian mereka hadirkan Sumpah Pemuda tahun 1928, yang sangat penting untuk kemerdekaan Indonesia tahun 1945, maka sekarang kita berada di tahun 2024, generasi milenial dan generasi Z, generasi Alpha, agar mempersiapkan diri untuk Indonesia Emas tahun 2045," kata Hidayat Nur Wahid dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR di Teras Tangsel, Tangerang Selatan, pada 6 September 2024. Sosialisasi Empat Pilar MPR ini merupakan kerjasama MPR dan Yayasan Sahabat Tangsel.
Dalam sosialisasi Empat Pilar MPR itu, seorang peserta bertanya tentang bagaimana generasi milenial atau generasi Z memahami dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Menjawab pertanyaan itu, HNW mengatakan generasi milenial atau generasi Z penting memaknai, memahami, dan mengamalkan Pancasila juga untuk kepentingan mereka dan generasi mereka sendiri, sebagai persiapan menghadapi bonus demografi dan Indonesia Emas 2045. Saat ini generasi milenial atau generasi Z seolah-olah di-framing sebagai sebagai generasi yang malas, tidak peduli dengan proses, inginnya instan, individualistik, dan tidak menyukai sejarah.
"Apakah memang generasi milenial atau generasi Z seperti itu? Saya tidak yakin generasi milenial seperti dikesankan itu. Saya curiga framing itu diciptakan agar program penjajahan gaya baru bisa berhasil ketika kita dan para generasi yang disebutkan mengamini dan membebek saja dan tidak mengkritisinya seolah-olah pasti seperti itulah generasi milenial, generasi Z, dan lainnya, padahal tidak. Apalagi kalau dirujukkan pada ajaran Agama yang sangat diakomodasi dalam sila pertama Pancasila dan pasal 29 UUD NRI 1945,” ujarnya.
Menurut HNW, framing terhadap generasi milenial atau generasi Z seperti itu sebenarnya bertentangan dengan Islam karena ajaran Islam tidak mengenal pemisahan generasi Z, generasi milenial apalagi dengan framing negatif sehingga dikatakan mereka sebagai generasi malas, tidak menghargai proses, tidak suka dengan sejarah.
Baca juga: Kritisi Hilangnya Program Atensi untuk Yatim Piatu, HNW Tuntut Penguatan Program Perlindungan Sosial
Kalau framing itu dibiarkan, lanjut HNW, maka akan hilang sejarah perjuangan Rasulullah para sahabat nabi, juga sejarah perjuangan para pahlawan bangsa mengusir penjajah dan menghadirkan Indonesia merdeka yang kini juga dinikmati generasi Milenial. "Kalau generasi milenial atau generasi Z tidak mempelajari sejarah maka sangat mudah nanti dijajah oleh siapapun yang akan kembali menjajah Indonesia dalam berbagai bentuk penjajahan terbarunya," tutur Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini.
"(Framing) Ini adalah perang pemikiran, upaya mendangkalkan akidah, semangat juang, budaya dan akar sejarah dari anak-anak bangsa. Ini penting bagi para guru, ustad, mubalig, untuk membuat arus mengcounter beragam hal yang menyesatkan soal jati diri generasi milenial atau generasi Z ini," sambungnya.
HNW menambahkan siapa pun anak milenial itu tetaplah anak dari orangtuanya. Walaupun anak-anak memiliki teman, memegang gawai, tetaplah akan kembali ke orangtuanya. "Karena itu penting bagi orangtua untuk memahami Pancasila, dan mewujudkannya sehingga dalam kehidupan di rumah bisa terjadi dialog, termasuk anak-anak bisa melihat orangtuanya sebagai contoh terbaik bagaimana Pancasila dan agama bukan dua hal yang bertentangan, tetapi keduanya koheren dan saling mengisi serta saling menguatkan," paparnya.
Selain itu, generasi milenial atau generasi Z, generasi alpha adalah anak-anak yang berada di sekolah. "Dalam kontek sekolah, MPR sudah bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, agar materi tentang Empat Pilar ini masuk ke dalam buku ajar," imbuhnya.
HNW juga mengungkapkan pemerintahan Orde Baru juga menggunakan pendekatan ke sekolah, seperti ada pelajaran PMP atau penataran P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila). Pada waktu lalu pendekatan yang digunakan adalah indoktrinasi. Kalau tidak mengikuti penataran P4 tidak bisa mendaftar menjadi PNS, tidak bisa naik pangkat, tidak bisa mengikuti kuliah.
"Tapi di era reformasi ini, era demokratisasi dan era keterbukaan, penanaman nilai-nilai Empat Pilar tidak lagi melalui indontrinasi tetapi melalui pembelajaran yang rasional, dialogis, sehingga anak-anak generasi milenial atau generasi Z ini merasa tidak didikte, dicekoki, dipaksa, tetapi nilai-nilai itu masuk. Dengan cara itu anak-anak merasa nyaman, dihormati, dan diapresiasi, kemudian nilai-nilai Pancasila itu bisa dipahami dan dilaksanakan," katanya.
Generasi milenial atau generasi Z adalah juga warga bangsa masa depan negara. Mereka melihat apa yang dilakukan pemimpin bangsa, termasuk pemimpin nasional maupun di tingkat lokal.
"Maka para pemimpin kita baik di tingkat pusat maupun daerah perlu menyadari bahwa mereka menjadi teladan bagaimana menghidupkan Pancasila dalam realitas yang nyata. Sehingga generasi milenial, generasi Z, generasi Alpha bisa melihat bahwa Pancasila bisa dilaksanakan, bahkan bermanfaat dan berguna, termasuk bagi kepentingan masa depan generasi Milenial dan generasi Z, agar mereka betul2 menjadi Generasi Emas menyongsong Indonesia Emas," pungkasnya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI: Perkokoh Nilai-Nilai Toleransi Anak Bangsa