TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Wathc meminta Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan penegak keamanan jangan terus berpolemik siapa pelaku penembakan brutal terhadap tahanan di Lapas Cebongan.
"Pemerintah SBY dan elit-elit keamanannya masih saja berpolemik tapi siapa yang harus bertanggungjawab dalam kasus ini tak kunjung terungkap," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam pesan pendek kepada Tribunnews.com, Jakarta, Minggu (24/3/2013).
IPW mencatat, dalam waktu satu tahun terakhir sudah ada tiga kasus penyerangan pasukan siluman yang tak kunjung terungkap. Pertama, terjadi April 2012. Pasukan berjuluk Geng Motor Pita Kuning merusak delapan tempat di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, termasuk Polsek Tanjungpriok. Mereka membunuh dua dan belasan lainnya luka-luka.
Penyerangan kedua, terjadi pada 21 Februari 2013. Pasukan ini melakukan penyerangan terhadap delapan anggota TNI dan seorang sipil di Papua. Delapan anggota TNI yang sedang berjaga ini ditembak sampai tewas.
Penyerangan ketiga terjadi pada 23 Maret 2013 yang menewaskan 4 tahanan di LP Cebongan, Sleman. Korbannya, pekerja swasta, polisi, dan dua mahasiswa yang menjadi tersangka dalam kematian anggota Kopassus, Sertu Santoso (31).
Pasukan siluman itu masuk ke dalam sel dan menembak mati keempat korban. Sampai saat ini tidak diketahui siapa penyerang LP Sleman. Ada yang mengatakan kelompok preman atau teroris. Tapi apa kepentingannya menyerbu LP dan mengeksekusi tersangka pembunuh anggota Kopassus.
"Indonesia saat ini dalam bahaya teror pasukan siluman bersenjata api. Setiap saat bisa mencabut nyawa orang tertentu. Jika dibiarkan, aksi pasukan siluman tak mutahil akan menyerang sendi-sendi negara, termasuk menyerang kepentingan kepala negara," tukasnya.
Neta menilai, penyerangan pasukan siluman bersenjata ke LP Sleman ini merupakan sejarah terburuk dalam sistem keamanan di Indonesia. Meski pasukan siluman terus menebar teror, blm ada tanda-tanda bakal terungkap.