TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Harry Bakti Gumay menjelaskan, penyebab kecelakaan pesawat Boeing 737-800 milik Lion Air, kemungkinan bukan karena fenomena cuaca, Senin (15/4/2013).
"Windshear itu bisa dideteksi. Ini berarti bukan windshear," ujar Harry di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (15/4/2013).
Fenomena cuaca seperti windshear, kata Harry, dapat dideteksi oleh alat yang dimiliki pesawat Boeing B737-800. Menurutnya, jika insiden jatuhnya pesawat disebabkan fenomena cuaca, maka tak hanya windshear, tapi bisa berupa downburst, dan banyak istilah cuaca lainnya.
Windshear merupakan angin yang dihasilkan dari awan badai. Biasanya, angin bertiup tak menentu, baik besaran maupun arahnya. Sedangkan pendaratan di laut (ditching) dapat direncanakan. Karena, pesawat keluaran terbaru dilengkapi alat deteksi ditching.
"Pesawat normal mau landing, sudah dapat izin dari tower ATC clear to land, dua menit setelah itu ternyata pesawat turun di laut," papar Harry.
Padahal, antara runway atau landasan pesawat dan laut, memiliki jarak yang cukup jauh. Menurut perkiraan Harry, pendaratan tersebut bisa memakan waktu lima menit.
"Lima menit itu jauh, kenapa itu terjadi? Itu masih tanda tanya," ucap Harry yang mengatakan pihaknya masih menunggu KNKT untuk hasil investigasi lebih lanjut.
Pesawat Lion Air Boeing B737-800 dengan rute penerbangan Bandung-Denpasar mengalami kecelakaan. Pesawat tidak mendarat di runway, tapi di laut pada pukul 15.10 WITA. (*)