Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kejaksaan Agung diminta untuk melakukan eksekusi pembayaran ganti rugi Yayasan Supersemar sebesar Rp 3,07 triliun.
Hal tersebut diungkapkan sejumlah pegiat antikorupsi Indonesian Coruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesian Legal Rountable (ILR), Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FHUGM, dan PUSAKO Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Dasar eksekusi tersebut adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 2896 K/Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010 dimana H.M. Soeharto sebagai Tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai Tergugat II dinyatakan melakukan perbuatan melawan jukum, meskipun pengadilan hanya menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar kepada negara atau Penggugat sebesar Rp. 3,07 Triliun.
"Setelah 15 tahun reformasi berjalan, eksekusi terhadap perkara tersebut masih belum dilakukan. Kita meminta Jaksa Agung untuk memperhatikan lebih bahwa masih ada PR terkait kasus korupsi," ungkap peneliti Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (14/5/2013).
Terangnya kasus tersebut banyak dilupakan, sehingga pihaknya menganggap perlu membongkar lagi kasus-kasus yang dilakukan orde baru.
Selain itu, kata Febri, jaksa jangan takut dengan berbagai ancaman terkait proses perkara tersebut. Jaksa harus tetap berada dalam relnya menuntaskan kasus yang sudah lama hilang dari perhatian masyarakat tersebut.
"Jaksa tidak boleh takut oleh ancaman dari kolega negara saat ini, sepanjang itu merupakan suatu langkah hukum berdasarkan undang-undang dan keadilan, kita akan dukung. Jangan takut. Kita akan ada di belakang itu. Ini agenda kita melawan lupa, demi menciptakan keadilan sosial bagi rakyat," ungkapnya.
Arti Hujjatul Islam, Gelar yang Diberikan kepada Imam Al Ghazali dan Ibnu Taimiyah Ulama Besar Islam
Soal Bahasa Inggris Kelas 7 SMP Kurikulum Merdeka, Chapter 2 Unit 1 My Favorite Food Halaman 59 - 60
Dalam keterangan persnya, sejumlah lembaga penggiat antikorupsi yang mendatangi kejaksaan agung tersebut mendesak supaya presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung dan jajarannya melanjutkan Gugatan Perdata terhadap enam yayasan terkait Soeharto lainnya.
Menyikapi hal tersebut Wakil Jaksa Agung Darmono menjelasakan terkait pribadi Soeharto mungkin sudah final karena orangnya sudah meninggal sehingga tidak mungkin diminta pertanggungjawaban pidana.
Tetapi terkait dengan pengejaran aset bila pihaknya sudah melihat keputusan MA, maka pihaknya akan mempelajarinya dan menelaah kembali. "Kami menyatakan kesiapannya, segera menindaklanjuti putusan itu. Menindaklanjuti tentu dengan pemahaman akan segera mengambil langkah-langkah hukum apa yang bisa dilakukan sesuai ruang lingkup," terangnya.