TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota DPR RI semakin tahun semakin meningkat. Peningkatan itu semakin besar setelah Komisi Pemilihan Umum(KPU) menerapkan kuota 30 persen perempuan tiap daerah pemilihan Pemilu 2014.
"Kenaikan ini tidak terlepas dari affirmative action yang diterapkan. Ini telah mendorong keterwakilan perempuan semakin baik," kata Komisioner KPU, Ida Budhiati pada diskusi, 'Peningkatan Kualitas Keterwakilan Politik Perempuan,' di Jakarta, Senin (17/6/2013).
Berdasarkan data, pada pemilu 2004 lalu, jumlah anggota perempuan DPR RI mencapai 11.8 persen dari total 560 anggota. Keanggotaan perempuan di DPR kembali naik berdasar hasil pemilu 2009 yakni berjumlah 18.05 persen.
Sempat muncul kekhawatiran angka keterwakilan perempuan akan menurun akibat putusan Mahkamah Konstitusi tentang penetapan calon terpilih dengan metode suara terbanyak. Namun faktanya, keterpilihan perempuan tetap bertambah.
Menurut Ida, meningkatnya perempuan jadi anggota dewan tak hanya di DPR, tapi juga terjadi di daerah. Pada 2004 misalnya, keterwakilan perempuan tingkat DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota jumlahnya hanya 10 persen.
Jumlah tersebut kemudian meningkat 5 persen pada tahun 2009 menjadi 15 persen. "Keterwakilan perempuan di DPD juga mengalami perubahan, yaitu dari 18 persen pada 2004 menjadi 27 persen di 2009," terangnya.
Keterwakilan perempuan di DPR sangat penting dalam hal menyampaikan aspirasi perempuan di masyarakat. Pasalnya, peran perempuan anggota dewan strategis mempengaruhi legislasi, budgeting, dan pengawasan.
Maka, lanjut Ida, sudah selayaknya jika DPR dapat mengakomodir suara perempuan. Implikasi positifinya, dengan meningkatnya presentase perempuan (di DPR), maka proses pengawalan dalam pengambilan keputusan yang ada lebih adil dan pro gender.