TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi mengeluhkan terjadinya kekosongan aturan dan pedoman mengenai minuman keras (miras) pasca-dibatalkannya Keppres No 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol oleh Mahkamah Agung.
Karena menurutnya dengan dibatalkannya Keppres No 3/1997, terjadi kekosongan rujukan bagi Perda. Karena selama ini evaluasi perda selalu merujuk pada keppres tersebut. Terutama kewenangan daerah bagi pengedaran, pengarturan, perdagangan di wilayahnya.
"Sekarang dengan dicabutnya itu kan kita hilang pedoman," keluhnya, saat ditemui di kompleks Kantor Presiden, Jakarta, Senin (8/7/2013).
Dengan kekosongan aturan ini, Gamawan mendorong segera dibuat regulasi yang menjadi pedoman, misalnya UU tentang miras shingga bisa dijadikan rujukan.
"Nah menjelang dibuatnya UU itu, harus ada kebijakan daerah terutama tentang kewenangan daerah itu," tuturnya.
"Kalau terjadi kekosongan kan enggak ada masalah. Rujuk saja secara positif. Misalnya di Bali yang punya banyak hotel dan restoran, karena mereka punya itu maka perlu ada peraturan-peraturan ukuran-ukuran yang perlu dijual. Tapi kalau kayak Cianjur kan sedikit hotelnya, perketat saja predarannya,"sarannya.
Sebagaimana diketahui, Putusan judicial review MA ini diadili pada 18 Juni 2013 oleh tiga hakim agung dari Kamar Tata Usaha negara (TUN) yaitu Supandi, Harry Djatmiko dan Yulius. Ketiganya mencabut Keppres tersebut karena bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, UU Pangan, UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen.
MA mencabut Keppres tersebut atas permohonan Front Pembela Islam (FPI). Menurut FPI, dengan adanya Keppres tersebut, banyak Perda antimiras dibatalkan. Beberapa daerah yang hendak melarang total miras juga tidak bisa memberlakukan Perda itu.