TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Terdakwa perkara dugaan korupsi dan pencucian uang, Irjen Pol Djoko Susilo berusaha membuktikan bahwa memiliki usaha dan investasi yang menghasilkan uang puluhan miliar di luar pekerjaannya sebagai anggota Polri.
Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (30/7/2013), kubu Djoko Susilo menghadirkan Subekti, orang yang mengelola uang milik Djoko sejak tahun 1991 sampai 2010. Saat itu, Djoko masih menjabat Kasatlantas di Polrestabes Surakarta.
Subekti mengungkapkan, pada tahun 1991, Djoko mempercayakan uang sebesar Rp 200 juta kepadanya untuk dikelola. Hingga, setiap tahun menguntungkan Djoko bahkan sampai miliaran rupiah.
"Jadi uangnya kita gulung terus setiap tahun. Dengan usaha, jual-beli permata, berlian. Pinjam-meminjam uang. Apa saja yang menguntungkan," kata Subekti di hadapan majelis hakim.
Subekti mencontohkan, dari modal Rp 200 juta yang diberikan tahun 1991 menghasilkan Rp 230 juta pada awal tahun 1992. Kemudian, pada tahun 1995 menjadi Rp 631 juta. Hingga, tahun 2000 melonjak tajam menjadi Rp 6,150 miliar karena harga dolar Amerika melonjak tajam.
"Tahun 2007 modalnya mencapai Rp 22 miliar. Kemudian, diambil pak Djoko sebesar Rp 10 miliar. Sehingga, menyisakan Rp 12,7 miliar untuk diputar tahun 2008," kata Subekti.
Namun, lanjut Subekti, kerjasama dengan Djoko berkahir pada tahun 2010 dengan total uang masih Rp 14,5 miliar.
Lebih lanjut, Subekti mengaku berhubungan dengan Didit sebagai utusan Djoko terkait penyerahan keuntungan. Dengan kata lain, tidak menyerahkan keuntungan kepada Djoko secara langsung.
Hanya saja, Subekti tidak mampu membuktikan data atau bukti usaha yang dilakukannya. Subekti tidak memiliki toko emas, padahal mengaku bisnis jual-beli permata atau berlian.
Kemudian, Subekti juga tidak memiliki data usaha pinjam-meminjam uang yang dilakukannya terhadap pedagang di Pasal Klewer, Solo.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU dari KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (23/4), Djoko selaku Kakorlantas Polri diduga melakukan tindak pidana pencucian uang, dengan menyembunyikan harta yang jumlahnya jauh dari total penghasilan sebagai anggota Kepolisian dan dari usahanya.
Menurut jaksa, selama tahun 2003 sampai 2012, Djoko diduga memiliki harta lebih dari Rp 100 miliar yang disembunyikan dengan mengatasnamakan istri dan anaknya.
"Tercatat bahwa seluruh harta terdakwa Djoko yang diperoleh sejak tahun 2003 sampai Maret 2010 Rp 53.894.480.929 dan 60.000 dolar Amerika diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan tugas dan jabatan," kata jaksa Kemas Abdul Roni.