TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI, Helmy Fauzi menilai insiden penyadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan bukti masih belum memadainya perangkat pelindung komunikasi presiden.
Padahal, semestinya teknologi perangkat komunikasi presiden harus terus dimuktahirkan.
"Kami tentu jadi heran apa iya ini pengaman sistem komunikasi presiden benar ketinggalan zaman, atau memang teknologi intelijen mereka yang tidak mau kita imbangi," tegasnya kepada Tribunnews.com, Selasa (30/7/2013).
Menurut Helmy, sudah saatnya pemerintah mengevaluasi dan membenahi perangkat sistem komunikasi kepresidenan. Evaluasi dan pembenahan ini mesti segera dilakukan, agar penyadapan terhadap Presiden SBY pada 2009 silam tidak berulang.
"Evaluasi dan pembenahan sistem komunikasi kepresidenan sudah tidak bisa lagi ditunda," kata Helmy.
Dia berharap perbaikan pengamanan sistem komunikasi Presiden SBY segera dibenahi. Apalagi saat ini Presiden SBY sedang aktif bersosialisasi melalui jejaring media sosial. "Jangan sampai menunggu ada insiden memalukan baru pemerintah bereaksi, lebih baik kita preventif saja," tandas Helmy.
Lebih lanjut, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini mengaku heran dengan aksi diam yang dilakukan jajaran Kementerian Luar Negeri. Padahal, insiden ini disebutkan Jubir Kepresidenan Teuku Faizasyah sudah dilaporkan ke SBY sebulan lalu. "Kalau memang Presiden SBY sudah tahu sebulan lalu, kenapa tidak langsung diributkan dengan pihak Australia, Inggris dan Amerika Serikat," ucap Helmy.
Ia mengingatkan Pemerintahan SBY untuk segera bersikap atas insiden ini. Sebab, kejadian ini bukan kali pertama yang dilakukan Australia. "KBRI di Canberra juga pernah disadap, apa iya pemerintah hanya diam saja," kata Helmy.
Seperti diberitakan Fairfax Media yang membawahi The Age dan The Sydney Morning Herald, (26/7/2013), sejumlah perangkat komunikasi Presiden SBY disadap saat menghadiri KTT G20 di London, Inggris, April 2009 lalu. Dan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd mengambil keuntungan dari penyadapan yang dilakukan agen intelijen Inggris.
Dalam laporan disebutkan, pejabat Australia yang hadir dalam pertemuan kepala negara itu mengungkap, delegasi Australia memperoleh dukungan intelijen yang sangat baik, termasuk informasi yang dibagikan oleh Inggris dan AS. Hasil penyadapan itu digunakan untuk mendukung tujuan diplomatik Australia, termasuk pula dukungan untuk memenangkan kursi jabatan di Dewan Keamanan PBB.