TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai peristiwa penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai peristiwa yang memalukan.
Ketua MK, Akil Mochtar, menyebut SKK Migas belum bisa mengelola kekayaan negara untuk menunjang hidup rakyat banyak seperti amant Pasal 33 UUD 1945. Pihak asing bisa menyogok pengelola kekayaan negara.
"Maksud saya lembaga yang kita perdebatkan strategis gitu ternyata memprihatinkan dan mempermalukan kita, disana kan orang-orang profesional dan orang-orang asing semua," kata Akil saat berbincang dengan wartawan di MK, Jakarta, Rabu (14/8/2013).
Tentang pembentukan SKK Migas, Akil menyorotinya tak ubahnya sebagaiĀ Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bum (BP Migas) yang mereka bubarkan tahun lalu.
SKK Migas tidak memiliki sistem yang bagus untuk melaksanakan amanat konstitusi. Terlebih lagi, 'orang-orang' SKK Migas adalah 'orang-orang' BP Migas yang dulu.
Termasuk Rudi yang sebelumnya di BP Migas kemudian menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM. BP Migas Bubar, Presiden SBY menunjuk Rudi sebagai Kepala SKK Migas.
"SKK Migas itu cuma ganti baju doang, karena BP Migas sudah dibubarkan MK jadi ganti baju baru. Orang isi pegawainya juga itu semua BP Migas semua, struktur juga nggak berubah," tandas bekas aggota DPR RI itu.
Sebelumnya, KPK menagkap Rudi dalam operasi tangkap tangan (OTT) Selasa (13/8) malam. Dari penangkapan tersebut, KPK menyita barang bukti uang sejumlah 400 ribu dollar AS dan seorangĀ berinisial A yang diduga pihak swasta di rumahnya. Sebelumnya, Rudi juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu USD saat Ramadan.