TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti menilai pemerintahan Prabowo Subianto tidak antikritik.
Menurutnya, pemerintahan Prabowo terbuka terhadap pandangan dan masukan dari berbagai unsur masyarakat sipil terkait penerapan PPN 12 persen.
"Saya yakin kritik dan masukan dari unsur ormas kemasyarakatan agama seperti MUI, KWI, PGI, Pengusaha, serta para intelektual dan ekonom terkait penerapan PPN 12 persen pasti dipertimbangkan oleh pemerintahan Prabowo," kata Haris kepada wartawan, Kamis (26/12/2024).
Menurutnya, setiap kritik dan masukan adalah “suplemen” yang justru memperkuat pelaksanaan dari kebijakan PPN 12 persen agar makin berpihak pada kepentingan rakyat.
“Saya yakin Presiden Prabowo pasti mendengar dan membaca aspirasi yang berkembang untuk menyempurnakan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat," ujarnya.
Dikatakannya, kita memang menghadapi situasi geopolitik “saling kunci” antara negara negara blok barat yang dipimpin USA & Uni Eropa versus China dan Rusia.
Dampaknya adalah ambruknya konsensus pasar bebas yang telah sekian lama jadi mekanisme perdagangan global.
Free trade atau pasar bebas maupun free investment berubah menjadi "Friendshoring". Peradangan pasar bebas berubah jadi perdagangan antar sesama negara se-blok atau se-sekutu atau se-poros geopolitik.
Situasi saling kunci geopolitik tersebut yang membuat ekonomi global diramal suram di 2025. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut situasi global tersebut “komplex” dan “complicated, rumit dan ruwet.
Menurutnya, di dalam negeri, siapapun pemerintahan yang berkuasa pasti menghadapi kebijakan sulit dengan ruang pilihan kebijakan yang terbatas.
Kadang pemerintah harus menempuh kebijakan tidak populer untuk memitigasi agar situasi geopolitik yang rumit dan ruwet tersebut tidak berdampak buruk terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.
Terkait kebijakan PPN 12 persen ini, memang bukan kebijakan yang diproduksi di era pemerintahan Prabowo. Namun, pemerintahan Prabowo tidak cuci tangan dan tetap bertanggungjawab.
“Saya kira bukanlah karakter Presiden Prabowo untuk menyalahkan masa lalu setiap menghadapi masalah dan tantangan," ujarnya.