News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Polisi Harus Perlakukan Penjahat Seperti Manusia

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bambang Widodo Umar

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Budi Sam Law Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persepsi keliru polisi dengan menganggap pelanggar hukum adalah musuh mesti diubah. Persepsi ini dianggap menjadi salah satu pemicu banyaknya aksi teror yang ditujukan langsung ke polisi.

Diantaranya dua penembakan ke anggota polisi di Tangerang Selatan beberapa waktu lalu, dan penembakan rumah anggota Satuan Narkoba Polda Metro Jaya, Selasa (13/8/2013) pagi.

Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar, mengatakan jika ini dibiarkan terus maka kondisi keamanan yang tidak stabil akan terjadi di Indonesia.

Karenanya institusi kepolisian harus merubah persepsi mereka terhadap para pelanggar hukum atau para pelaku pidana.

"Pelanggar hukum dan pelaku pidana memang harus ditindak tegas, namun penanganannya tetap harus memanusiakan mereka," kata Pengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini.

Tindakan tegas berupa penembakan oleh polisi, kata Bambang, semestinya dilakukan jika memang para pelanggar hukum ini benar-benar mengancam polisi saat polisi menegakkan hukum.

Dari beberapa kasus teror terhadap polisi ini, Dosen Kriminologi Universitas Indonesia (UI) ini beranggapan, semestinya bisa juga diambil sisi positifnya.

"Ini sebagai pelajaran dan peringatan kepada polisi, agar mereka bekerja dengan lebih baik dan benar. Polisi harus mau merubah diri," paparnya.

Selain itu, kata Bambang, tugas keamanan dalam negeri, memang terlalu berat jika hanya dibebankan pada polisi.

Keamanan, menurutnya, merupakan tugas pemerintah dan polisi hanyalah salah satu unsurnya.

"Unsur lainnya mulai dari pemerintah daerah, Satpol PP, Bea Cukai, Imigrasi, TNI atau bahkan satuan pengaman yakni satpam baik di perumahan atau kantoran, seharusnya terintegrasi bersama dengan polisi untuk menciptakan keamanan dalam negeri," kata Bambang.

Semuanya, tambah Bambang, akhirnya bermuara pada Menkopolhukam yang harus mengkoordinasikan semua unsur secara konsepsional.

"Saat ini semuanya masih berjalan sendiri-sendiri. Kedepan, saya harap ada konsep yang terintegrasi menyeluruh dan mengkoordinasikan semua unsur," ujarnya.

Fakta bahwa keamanan dalam negeri menjadi beban polisi dan semua unsur berjalan sendiri-sendiri tanpa konsep yang jelas, kata Bambang, bisa dilihat dari beredarnya senjata api ilegal yang marak di Indonesia.

"Ini juga bukti bahwa intelijen kita lemah," katanya.

Bambang menjelaskan pengawasan peredaran senpi ilegal bukan hanya tanggung jawab kepolisian. Tapi semua unsur diatas yang tadi disebutkan. Termasuk Kementerian Perdagangan, Beas Cukai atau Imigrasi.

"Karena banyak senpi ilegal dari luar yang masuk ke Indonesia tanpa izin yang jelas," katanya.

Selain itu, tambah Bambang, penghancuran senjata api yang tua di Indonesia belum dilakukan maksimal. Padahal di negara lain, penghancuran senjata api tua kerap dilakukan dan cukup baik menekan peredaran senjata api ilegal.

Alhasil, di Indonesia senjata api tua itu dijual kembali dengan diperbarui atau dirakit kembali di pabrik-pabrik senpi ilegal rumahan.

"Dengan kata lain, senjata api tua yang ada dirakit kembali menjadi senpi ilegal yang berfungsi baik dengan harga murah." katanya.

Menurut Bambang, ini juga menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah dan bukan hanya polisi.

"Sebab masalah keamanan dalam negeri harus diselesaikan dengan terintegrasi oleh semua unsur pemerintah yang ada dan bukan hanya dibebankan pada polisi saja," paparnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini