TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senin (30/9/2013) siang ini adalah sidang terakhir yang dihadapi Wilfrida Soik, TKI asal NTT yang terancam hukuman mati di Malaysia.
"Kalau dalam proses persidangan sebenarnya, sulit untuk ditentukan apakah ini memang final pengambilan vonis, atau masih bisa dilakukan pembelaan dengan temuan-temuan bukti-bukti baru," kata anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatullah, Senin (30/9/2013).
Menurut politisi Partai Golkar, jika memang tidak ada bukti-bukti baru, maka bisa saja ini merupakan vonis.
Namun, lanjutnya, pihak pengacara bisa memakai dalil 'self defence' (bela diri) atau 'temporary insanity' (tak sadarkan diri sementara karena panik dan marah yang dalam).
"Namun saya tidak tahu persis hukum di Malaysia dapat memanfaatkan dalil tersebut untuk meringankan hukuman atau membebaskan Wilfrida, atau tidak," tutur Poempida.
Yang memberatkan, menurut Poempida, ketika diperiksa, Wilfrida sudah mengaku bahwa dia memang membunuh majikannya dengan pisau. Di paspor pun, Wilfrida memang tertulis lahir pada tahun 1989.
"Ini juga memberatkan, karena Wilfrida tidak dapat dianggap di bawah umur saat bekerja. Inilah akibat lemahnya kontrol pembuatan paspor di Indonesia.
Pihak Malaysia hanya mereferensi pada dokumen yang dikeluarkan Pemerintah RI," papar Poempida.
Satu-satunya harapan bagi bebasnya Wilfrida, menurut Poempida, adalah pertimbangan kemanusiaan dari Pemerintah Malaysia untuk mendapatkan grasi.
Namun, Pemerintah RI pun dapat melakukan diplomasi 'barter', dengan menawarkan grasi untuk kasus yang serupa atau mirip, yang menimpa warga Malaysia di Indonesia.
Poempida mendengar, sejak 2011, pengacara yang menangani kasus Wilfrida adalah RAFTFIZI & RAO. Lalu, sejak 2012, pengacara yang menangani adalah GOOI & AZURA.
"Ini info yang saya dapatkan dari Pemerintah RI, dalam hal ini KBRI di Malaysia. Namun, strategi dan mekanisme pembelaan, saya tidak mendapatkan infonya secara lengkap," beber Poempida.
Kini, Wilfrida sudah menggunakan pengacara ternama di Malaysia, yakni Tan Sri Dr Muhammad Shafee Abdullah, yang dikontrak oleh Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto, untuk membebaskan Wilfrida dari ancaman hukuman mati. (*)