Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yogi Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bukannya menyelesaikan tugas penyidikan perkara tindak pidana perpajakan PT The Mastel Steel Manufactory, PNS penyidik pajak, Mohammad Dian Irwan Nuqisra dan Eko Darmayanto justru melakukan tindakan bertentangan karena terima suap 600 ribu dolar Singapura.
Dian (terdakwa I) dan Eko (terdakwa II) ditunjuk sebagai tim penyidik perkara pidana pajak Master Steel dengan tersangka Diah Soemedi, Istanto Burhan, dan Ngadiman yang secara sengaja menyalahgunakan tanpa hak NPWP dan menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tak benar.
Penyidikan sebagai tindaklanjut temuan tim Pemeriksa Bukti Permulaan atas pelaporan utang Master Steel yang diduga tidak benar Rp1.3 miliar dan diindikasikan hasil penjualan yang tidak dilaporkan dalam SPT PPh Badan tahun Pajak 2008 sehingga rugikan negara Rp 301 miliar.
Singkat cerita, Dian dan Eko mengontak konsultan pajak Master Steel, Ruben Torop Hutabarat, untuk mengajak bertemu dengan Diah, bos Master Seel, dan disepakati pada 25 April 2013 di Hotel Borobudur. Saat bertemu hanya bertiga, sedang Istanto, Effendi Komala dan Ruben di luar ruangan.
"Diah menyampaikan kepada terdakwa I dan II agar penyidikan Master Steel dapat dihentikan dan disepakati akan diberikan sejumlah uang. Kedua terdakwa meminta agar diserahkan Rp 10 miliar sebagai tanda jadi," ujar jaksa Andi Suharlis saat bacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (8/10/2013).
Pertemuan kembali terjadi 1 Mei 2013 di kantor Master Steel, Bekasi. Saat itu Eko meminta saat pembahasan di luar teknis pajak, jangan mengajak Ruben. Dan Diah mengatakan akan ada penyerahan tanda jadi kesepekatan Rp 10 miliar untuk Dian dan Eko yang teknisnya diatur Effendi.
Pada 6 Mei 2013, Diah menunaikan janjinya memberi 300 ribu dollar Singapura di kantor Master Steel kepada Effendi yang dikemas amplop coklat untuk diteruskan ke Dian dan Eko. Effendi lalu mengontak Eko membicarakan teknis penyerahan uang yang akhirnya disepakati berlangsung di Bandara Soekarno-Hatta.
Disepakati, uang janji Diah, ditaruh di mobil sedan Honda City hitam nomor polisi B 2831 JL di parkiran terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Effendi lalu mengambil kunci dan STNK mobil, dan kartu parkir dari Eko di kantornya 7 Mei 2013 "Nanti kalau ada titipan taruh saja di situ," peasan Eko kepada Effendi.
Setelah itu, Effendi meluncur ke parkiran Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta untuk menaruh sebesar 300 ribu dollar Singapura di Honda City sebagaimana kesepakatan sebelumnya. Setelah itu Effendi menemui Eko yang telah menunggu di parkiran Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta untuk menyerahkan kunci mobi.
"Uang tersebut dibagi dua untuk Dian 150 ribu dollar Singapura dan Eko 150 ribu dollar Singapura. Namun Eko minta tambahan ke Dian 20 ribu dollar Singapura dengan alasan untuk pengurusan berkas perkara pidana pajak Master Steel dengan tersangka Diah dan Istanto," lanjut jaksa.
Modus pemberian 300 ribu dollar Singapura sisanya berlangsung sama, kali ini bukan dengan Civic melainkan dengan Toyota Avanza hitam nopol B 1696 KKQ milik Diah. Kali ini Effendi mengajak Teddy Muliawan. Uang di atas dibagi dalam tiga amplop masing-masing 100 ribu dollar Singapura.
Setelah menaruh uang, hanya Teddy yang menyerahkan kunci mobil Avanza kepada Dian dan Eko yang sudah menunggu di ruang tunggu kedatangan Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Dian dan Eko lalu hendak menuju taksi dan kembali memastikan mobil Avanza terkunci, tapi keburu ditangkap penyidik KPK.
Atas perbuatannya, jaksa mengenakan Dian dan Eko dakwaan primair Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi dan dakwaan subsidair Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi.
Selain itu, Dian dan Eko juga dikenakan dakwaan untuk perkara suap sebesar Rp 3.2 miliar dari Laurentinus Suryawidjaya Djuhadi selaku Direktur dan Pemegang Saham PT Delta Internusa, dan 150 dollar AS dari Handoko Tejowinoto selaku Kepala Bagian Keuangan PT Nusa Raya Cipta (PT NRC).
Jaksa mengenakan Dian dan Eko untuk suap dari dua perusahaan yang dipimpin Laurentius dan Handoko dengan dakwaan primair Pasal 12 huruf a dan dakwaan subsidair Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi.