News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menteri Kesehatan Diminta Jangan Rebutan Porsi Anggaran Pesanan Asing

Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pelajar dari berbagai sekolah menggelar aksi memperingati Hari Antitembakau Sedunia di kompleks Kantor DPRD DI Yogyakarta, Jalan Malioboro, Yogyakarta, Kamis (31/5/2012). Mereka menuntut antara lain agar pelarangan aktivitas merokok di tempat umum kian digencarkan. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

TRIBUNNEWS.COM - Keinginan Menteri Kesehatan RI, dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH untuk bisa membuat cukai rokok tak diberikan pada pemerintah daerah, tetapi cukai rokok akan lebih baik jika dapat dimanfaatkan Kementerian Kesehatan untuk bisa melakukan promosi kesehatan mendapat tanggapan dari Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).

Dalam rilis yang diterima redaksi Tribunnews.com, Minggu (13/10/2013), menurut peneliti KNPK, Gugun El Guyanie, secara ius constitutum, hukum yang berlaku saat ini, konsep Dana Bagi Hasil Cukai (DBHC) 2 persen untuk daerah penghasil itu dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Ini dikarenakan konsep DBHC adalah bagian dari konsep Dana Perimbangan.

Sementara itu, lanjut Gugun, Dana Perimbangan dalam rezim UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan bagian dari salah satu sumber pendapatan daerah. Dana Bagi Hasil sendiri terdiri dari DBH Pajak dan DBH sumber daya alam.

“Dalam konteks itu, Menkes jangan asal rebutan porsi anggaran yang besar demi kampanye anti-rokok pesanan asing, tetapi tidak menghormati supremasi konstitusi dengan mengabaikan regulasi yang sudah disepakati bersama,” tegas Gugun di Jakarta (13/10/2013).

Gugun menjelaskan, kalau anggaran untuk kesehatan 10 persen atau 20 persen, struktur APBN secara umum sudah ada, baik bersumber dari devisa, pajak, termasuk cukai rokok. Tetapi, tambah Gugun, dana bagi hasil cukai tembakau tidak bisa dirampas untuk kepentingan yang sangat politis dan ambisius dari Menkes.

“Karena DBH-CHT bersifat spesifik grant yang peruntukannya spesifik sebagaimana diatur dalam UU Cukai,” terangnya.

Lebih lanjut Gugun menjelaskan, kalau secara ius constituendum, hukum yang idealnya berlaku di masa yang akan datang, DBHCT yang dibagi ke daerah penghasil bukan hanya 2 persen, tetapi lebih dari itu untuk program-program di daerah yang berkaitan dengan kebutuhan para stakeholder pertanian tembakau atau pun industrinya.

“Itu baru konsepsi ideal dan berkeadilan, bukannya Menkes malah ingin menghapus konsep DBH-CHT agar uang cukai rokok dialokasikan besar-besaran untuk kampanye hidup sehat,” tukasnya.

Jika yang dijadikan referensi adalah Australia yang menggunakan cukai rokok untuk pemerintah, tentu jalan pikiran Menkes sesat dan menyesatkan. Kenapa sesat? Menurutnya, karena Indonesia menggunakan konsep unitarian state (negara kesatuan), sementara Australia memakai sistem federal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini