TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengakui pernah bertemu Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah di Singapura pada 21 September 2013 atau sepuluh sebelum dirinya ditangkap di rumahnya, Jakarta.
Pengakuan ini disampaikan Akil saat diperiksa penyidik sebagai tersangka kasus suap penanganan sengketa pemilukada Gunung Mas dan Lebak di kantor KPK, Jakarta, Rabu (6/11/2013).
"Tadi, hanya ditanyakan terkait dengan pertemuan dengan Ratu Atut di bandara (Changi) Singapura. Waktu itu, katanya hanya bertemu papasan sebentar saja di bandara setelah landing. Pak Akil bertemu Ratu Atut dan seorang laki-laki. Setelah itu, Pak Akil pergi untuk berobat ke rumah sakit dan enggak tahu Ratu Atut-nya ke mana," ujar anggota tim kuasa hukum Akil, Hengky, usai mendampingi pemeriksaan Akil.
Pengakuan Akil kali ini berbeda dengan pernyataan kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, sebelumnya. Saat itu, Otto membantah bila Akil pernah bertemu Ratu Atut di Singapura. Ia juga membantah Akil dan Ratu Atut pergi dengan pesawat yang sama sewaktu ke Singapura, Singapore Airlines.
Dalam pemeriksaan di depan penyidik KPK, Akil memang membantah melakukan pertemuan lanjutan dengan Ratu Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, di Hotel JW Marriot. Namun, ia baru tahu sewaktu di Bandara Changi bila dirinya satu pesawat dengan Ratu Atut.
"Enggak ada pertemuan di hotel. Hanya bertemu di bandara waktu landing. Saat itu kebetulan satu pesawat," jelas Hengky.
Dalam pemeriksaan selama dua jam itu, Akil pun mengakui mengenal Ratu Atut dan Wawan. Namun, Hengky enggan membeberkan lebih jauh awal mula perkenalan dan hubungan Akil dengan Wawan.
"Kata Pak Akil, kenal dengan dia (Wawan). Tapi, biarkan Pak Akil sendiri nanti yang menjelaskannya ke Anda," tukasnya.
KPK menangkap Akil Mochtar selaku Ketua MK, anggota DPR dari Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha asal Kalimantan bernama Cornelis Nalau di rumah dinasnya, Jakarta, pada 2 Oktober 2013.
Dari Cornelis, KPK menyita uang Rp 3 miliar, yang diduga untuk menyuap Akil terkait pemulusan sengketa Pemilukada Gunung Mas.
Pada hari yang sama, petugas KPK menangkap Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih, di sebuah hotel di Jakarta. Dan Akil ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan sengketa pemilukada Gunung Mas.
Selain itu, petugas KPK menangkap adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dan pengacara asal Lampung, Susi Tur Andayani, dengan barang bukti uang Rp 1 miliar, yang diduga akan digunakan untuk menyuap Akil untuk pemulusan sengketa Pemilukada Lebak.
Saat menggeledah rumah Akil, petugas KPK menemukan dan menyita uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura senilai Rp 2,7 miliar.
Dalam pengembangan penyidikan, KPK menetapkan Akil sebagai tersangka penerima gratifikasi terkait penanganan sengketa pemilukada lainnya dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK menemukan bukti permulaan berupa aset yang diduga hasil TPPU yang dilakukan oleh Akil sebelum dan pasca-2010.
Sebelum menjadi Ketua MK pada April 2013, Akil sempat menjadi Hakim Konstitusi periode 2008-2013, anggota DPR RI periode 1999-2004 dari Fraksi Partai Golkar dan terpilih kembali menjadi anggota DPR RI dari fraksi partai yang sama untuk periode 2004-2009.
Ketua Panjat Tebing Indonesia itu juga sempat mengadu nasib sebagai calon gubernur Kalimantan Barat pada Agustus 2007 atau saat menjadi anggota DPR RI periode 2004-2009.