News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Presiden 2014

Politisi PKB: Jangan Dewakan Jokowi, Nanti Seperti Hitler

Penulis: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menemui para buruh yang berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (31/10/2013). Mereka menuntut kenaikan UMP hingga Rp 3,7 juta. Sementara itu rapat dewan pengupahan di Balai Kota berlangsung tanpa kehadiran perwakilan buruh. (Warta Kota/alex suban)

Laporan Wartawan Tribunnews.com Yogi Gustaman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Joko "Jokowi" Widodo yang terus menjadi "media darling", tampak membuat politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Saiful Ma'sum, masygul.

Seharusnya, kata dia, media massa tak hanya memberitakan yang mengekspos segi positif dari Jokowi, tapi juga negatifnya.

Setidaknya, sambung Ma'sum, ketika ada kinerjanya yang jelek, media juga perlu memberikan kritik. Dengan begitu, media tidak terjebak menjadi partisan seorang pemimpin.

"Saya termasuk suka Jokowi, tetapi seperti ada pendewaan pada Jokowi. Biarkan orang menghujat Jokowi, jangan sampai media jadi partisan," terang Saiful dalam diskusi publik bertajuk "Peran Elit Politik dalam Suksesi Kepemimpinan Nasional yang Aman dan Demokratis" di Jakarta, Minggu (17/11/2013).

Mantan anggota dewan Fraksi PKB Periode 2004-2009 ini menilai, masyarakat sangat sedikit menerima informasi terkait segi negatif dari kinerja Jokowi. Sebaliknya, warga terus dicekoki dengan berita mengenai "kebaikan" Jokowi.

"Justru popularitas dan pendewaan berlebihan akan membunuh Jokowi. Dia juga manusia biasa. Hitler dulu Seperti begitu (didewakan), dan bisa jatuh," lanjut dia.

Direktur Eksekutif Pol Tracking Institute Hanta Yudha menambahkan, kebiasaan publik pada umumnya, ketika seorang tokoh naik daun, yang muncul adalah puja puji. Namun, publik akan melakukan hal sebaliknya, jika ketokohan seseorang tak sesuai realitanya.

"Sekarang Jokowii dipuji-puji nanti masyarakat bisa memaki orang yang sama. Maka kualitas dan kecerdasan pemilih kita diperlukan," sambung Hanta sambil menambahkan, maksimalisasi figur secara teoritis tidak sehat karena identitas partai justeru luntur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini