Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden ke-10 RI Muhammad Jusuf Kalla, mengungkapkan adanya kejanggalan yang melatari keputusan penggelontoran dana talangan (bailout) kepada Bank Century.
Kejanggalan tersebut, ia ceritakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat dirinya diperiksa pada Kamis (21/11/2013).
JK, sapaan akrabnya, diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka Budi Mulya, mantan Deputi V Bidang Pengawasan Bank Indonesia (BI).
Budi Mulya sendiri, menjadi tersangka korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
JK mengatakan, dalam pemeriksaan selama dua jam, dirinya ditanya oleh penyidik KPK tentang FPJP dan bank gagal berdampak sistemik. "Itu materinya dua saja," kata Kalla usai pemeriksaan.
Kepada penyidik, ia mengaku menceritakan kronologi rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani, yang mengeluarkan keputusan penyelamatan bank gagal berdampak sistemik dan berujung pada penggelontoran dana talangan (bailout) Rp 6,7 triliun kepada Bank Century.
Menurutnya, pada 21 November 2008 sore, dirinya mengikuti rapat bidang ekonomi yang diikuti oleh Gubernur BI Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan sejumlah menteri bidang ekonomi.
Rapat tersebut menyepakati, bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi aman dan ada tidak krisis.
Belakangan JK baru mengetahui bahwa beberapa jam kemudian, KSSK yang dipimpin oleh Sri Mulyani dan dihadiri oleh Boediono menggelar rapat di Kementerian Keuangan hingga menjelang pagi.
Keputusan rapat tersebut mengejutkan JK, yakni adanya gagal sistemik pada sejumlah bank.
"Tapi beberapa jam kemudian, mereka rapat di keuangan. Kemudian subuh memutuskan, adanya gagal sistemik pada suatu bank yang membahayakan. Padahal, sebenarnya itu tidak perlu. Dan mereka itu berdebat, bahwa sebenarnya tidak terjadi gagal sistemik," ungkap Kalla.
JK merasakan adanya kejanggalan dalam keputusan rapat KSSK itu. Apalagi, sebelumnya Sri Mulyani selaku Menkeu dan Boediono selaku Gubernur BI melapor kepada dirinya bahwa tidak ada persoalan serius pada ekonomi Indonesia, termasuk perbankan.
"Saya tidak tahu (alasannya). Itu kan rapatnya malam-malam. Yang aneh, sebenarnya bahwa ada bank gagal, gagalnya Rp 630 miliaran, tapi dalam waktu tiga hari dibayarnya Rp 2,5 triliun. Iya, itu aneh," ucapnya.