TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Peran pihak lain dalam dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi (MK), satu-satu mulai terkuak.
Dalam persidangan terdakwa Hambit Bintih dan Cornelis Nalau Antun, saksi Dany Ghandama mengaku membantu Cornelis menukarkan uang Rp 3 miliar diduga untuk menyuap Akil ke dalam bentuk mata uang Dolar Singapura dan Amerika Serikat.
Dany yang mengaku sebagai wiraswasta itu mengakui pernah mengantar Cornelis Nalau, yang juga bendahara tim sukses dan keponakan Hambit ke sebuah tempat penukaran uang bernama Peniti di Jakarta.
Kendati begitu, ia berdalih tidak tahu uang itu akan dipakai untuk menyuap Akil dalam memuluskan sengketa Pilkada Gunung Mas di MK.
"Saya yang membantu menukarkan uang itu di Peniti Money Changer. Memang saya yang memilihkan tempat itu," kata Dany di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Dany mengatakan uang itu ditukar dalam mata uang Dolar Singapura dan Amerika Serikat. Kemudian, uang itu dipisahkan dalam empat amplop coklat yang memiliki label Peniti Money Changer di permukaannya.
Semua amplop tersebut dipegang Cornelius sebelum diserahkan kepada Akil. Dia juga mengaku membantu mencarikan penginapan buat rombongan Komisi Pemilihan Umum Daerah Gunung Mas dan para saksi dari kubu Hambit sebelum bersidang di MK. Dany juga mengaku Hambit sempat bercerita soal kemelut yang dihadapinya.
"Dia (Hambit) bilang lagi pusing karena pilkada (Gunung Mas) digugat di MK. Saya bilang kan bedanya sudah jauh. Tapi Pak Hambit mengatakan khawatir kalau (pilkada) mesti diulang. Harus keluar uang banyak lagi," kata Dany.