Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri terus melacak dugaan uang suap yang diterima pejabat Bea dan Cukai, Langen Projo.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan penyidikan kasus Langen Projo masih terus berjalan.
"Kami sedang meneliti semua transaksi yang ada. kalau Harley kan kita tahu ada transaksi pembelian, lalu bergeser, bergeser, jadi ketahuan ada ini semua. Ini kita lagi mencari aliran dana yang beralih ke properti," kata Arief di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2014).
Pihaknya sudah mendatangi beberapa tempat yang diduga milik Langen Projo. Tetapi tentunya akan dikaburkan identitas kepemilikan rumahnya.
"Tapi kan pinter, rumah ditempati tapi bukan atas namanya. dicek di developer tidak ada," katanya.
Arief menjelaskan ada kewajiban bukan cuma penyedia jasa keuangan saja tapi juga penyedia barang dan jasa lainnya, seperti properti juga wajib lapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) bila ada Pegawai Negeri Sipil membeli rumah di satu komplek developer harus lapor.
Ia tidak membantah bila ada dugaan uang suap yang diterima Langen Projo mengalir untuk pembelian properti.
"Kami curiga ke sana," ucapnya.
Dalam kasus ini kepolisian sudah menyita empat motor Harley Davidson Langen Projo yang diduga kuat berasal dari hasil suap pengusaha. Kepolisian baru menetapkan dua tersangka yaitu Langen Projo selaku pejabat Bea dan Cukai dan seorang pengusaha Herry Liwoto.
Terungkapnya kasus suap pejabat bea dan cukai bermula dari keluhan masyarakat terkait masuknya gula ilegal dari Entikong, Kalimantan Barat. Kemudian tim penyidik dari Bareskrim Polri pun diturunkan. Saat itu, kepolisian tidak bisa menangkap para pelakunya karena bukan bagian dari ranah kepolisian.
Kemudian kepolisian melakukan penyelidikan dan mulai mengumpulkan informasi terkait ketidak beresan dalam masuknya barang-barang ilegal di Entikong. Polisi kemudian meminta bantuan Pusat Pelaporan Analisis Keuangan (PPATK). Kemudian PPATK pun mengirimkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada kepolisian.
Ada 13 LHP transaksi mencurigakan pegawai Bea dan Cukai diantaranya Syafruddin yang menjabat sebagai Kepala Seksi Kepabeanan DJBC Entikong. Kemudian kepolisian bergerak, ternyata Syafruddin sudah ditangkap Kejaksaan Negeri Sanggau terkait kasus korupsi yang kini disidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Kejaksaan Negeri Sanggau. Untuk itu, Mabes Polri pun berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Kejaksaan yang berada di Kalimantan Barat.
Dari Syafruddin, kepolisian menemukan transaksi keuangan mencurigakan atas nama Ratiman. Ratiman merupakan pembantu dari Syafruddin yang sehari-hari tinggal di rumahnya Syafruddin sebagai kernet truk. Dalam rekeningnya tercatat transaksinya mencapai Rp 19,7 miliar. Kemudian dari dua rekening Syafrudin tecatat Rp 11 miliar.
Dari hasil pendalaman terhadap rekening Syafruddin dan Ratiman diketahuilah seorang pengusaha bernama Herry Liwoto, pemilik perusahaan PT Kencana Lestari. Dari rekening Hery Liwoto diketahui ada pembelian Harley Davidson kepada PT Mabua Indonesia yang berada di Jakarta.
Transaksi pembelian Harley Davidson tersebut terdiri dari beberapa kali pertama pada 27 September 2010 senilai Rp 20 juta, kemudian 22 November Rp 200 juta, 23 November Rp 18 juta, dan 23 November Rp 82 juta. Meskipun pembelian dilakukan Hery Liwoto, tetapi motor tersebut pada saat pembuatan BPKB-nya atas nama Yudo Patriono yang tiada lain adik ipar dari Langen Projo.
Setelah selesai pengurusannya, kemudian motor Harley Davidson tersebut diserahkan kepada Langen Projo. Selain berstatus sebagai adik ipar Langen, Yudo Patriono merupakan karyawan dari perusahaan milik Herry Liwoto yang berada di Bogor, Jawa Barat.
Pada saat kepolisian melakukan penggeledahan rumah pegawai Bea dan Cukai, Langen Projo mengendus bahwa penelusuran polisi akan mengarah kepadanya, ia pun menjual motor mewah tersebut melalui beberapa orang di antaranya Koko alias Fery, kemudian Deny yang tiada lain merupakan kakaknya Koko, dan terakhir atas nama Edwin.