Pada siang harinya, Susi menerima uang Rp 1 miliar dalam tas travel bag warna biru milik Wawan melalui stafnya, Ahmad Farid Asyari di Hotel Allson Jakarta.
Benar saja, saat sidang MK yang dipimpin oleh Akil digelar pada sore harinya, majelis memutuskan untuk dilakukannya PSU di Kabupaten Lebak.
Setelah menghadiri sidang pleno MK itu, Susi mengirimkan SMS kepada Akil dan menanyakan hendak diberikan di mana uang Rp 1 miliar tersebut. Dan Akil menjawab, nanti akan menghubungi Susi karena saat itu tengah memimpin sidang perkara sengketa Pilkada Jawa Timur.
Selanjutnya, Susi membawa dan menyimpan uang itu di rumah ibundanya, Tebet, Jakarta Selatan.
Pada 2 Oktober 2013 pukul 15.00 WIB, Susi mengirimkan SMS kepada Wawan, dan menyampaikan saling berterima kasih atas kemenanganan di sidang perkara sengketa Pilkada Lebak itu.
Rupanya, aksi suap berjemaah itu terendus pihak penyidik KPK.
Pada 2 Oktober 2013 pukul 22.30 WIB, tim petugas KPK menangkap pengacara Susi Tur Andayani di rumah pribadi Amir Hamzah, Jalan Kampung Kapugeran, rangkasbitung, Lebak, Banten. Sementara Wawan ditangkap di rumah pribadinya di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan. Dan petugas pun mengamankan uang Rp 1 miliar dari rumah ibunda Susi di Tebet.
Atas perbuatan itu, jaksa KPK mendakwa Akil selaku hakim konstusi bahwa uang Rp 1 miliar yang diterimanya melalui Susi Tur Andayani yang diberikan oleh Amir Hamzah dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan adalah dalam rangka memenangkan perkara sengketa Pilkada Lebak yang diajukan oleh Amir Hamzah-Kasmin.
Atas penerimaan itu, jaksa KPK mendakwa Akil Mochtar selaku hakim konstitusi telah melanggar Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUH-Pidana, juncto Pasal 65 ayat 1 KUH-Pidana.