Laporan Wartawan Tribunnews.com Bahri Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi Menelik atau memata-matai, seperti yang terjadi pada kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Joko "Jokowi" Widodo, dinilai lazim terjadi dalam pentas politik di Indonesia.
Karenanya, menurut Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Andrinof Chaniago, ditemukannya tiga alat penyadap di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta itu tak lagi mengagetkan.
Bahkan, Andrinof menyebut, aksi-aksi spionase politik tersebut sudah mulai marak sejak tahun 2009.
"Menurut saya, itu hal biasa. Sejak 2009, permainan intelijen seperti penyadapan sudah dipakai. Kalau jokowi kini mengalami hal serupa, itu tidak mengherankan," ujar Andrinof di Depok, Minggu (23/2/2014).
Ia menilai, kasus penyadapan yang dialami oleh Jokowi bisa saja dilakukan oleh pesaing politiknya.
Tapi, sambungnya, bisa juga diinisiasi pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap informasi dari Jokowi sebagai gubernur.
"Bisa saingan politik, bisa juga bukan. Biasanya, untuk menyiapkan strategi politik dari pihak luar, jadi sekadar untuk mengetahui perkembangan," tuturnya.
Ia juga menyebut, gembar-gembor kasus tersebut tidak akan memberikan keuntungan signifikan kepada PDIP.
"Kasus itu tidak bakal meningkatkan popularitas PDIP. Kalaupun ada dampak terhadap PDIP, tidak besar," tandasnya.