TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo mengungkapkan adanya ganjalan politik jika Jokowi maju sebagai calon Presiden (capres) diluar PDI Perjuangan.
Drajad menuturkan politik di Indonesia seringkali terjadi pengkhianatan. Ia pun pernah menyampaikan ke loyalis Jokowi, agar jangan melestarikan budaya seperti itu.
"Kalau Jokowi maju tanpa restu Megawati, akan jadi politik pengkhianatan. Yang punya kemungkinan (maju capres) tapi tak ada kewenangan di partai, hanya Jokowi. Kalau itu terjadi, (Jokowi maju tanpa restu Mega), itu terjadi pengkhianatan," ujar Drajad Wibowo di Soeltan Coffe, Rabu (26/2/2014).
Drajad kemudian menjelaskan kendala selanjutnya jika capres yang diajukan tak mendapat restu dari Ketua Umum Partai. Menurutnya yang bisa tanda tangan di KPU mengenai capres yang diusung parpol, hanya Ketua Umum dan Sekjen parpol.
"Kalau tidak mau tanda tangan, harus ada penggantian. Ini syarat legalitas dan tidak mudah. Syarat legalitas persulit capres-capres alternatif masuk. Kalau parpol lakukan penggantian, harus didaftar di Kemenkumham. Sementara waktu pendaftaran di KPU sempit," paparnya.
Drajad mencontohkan adanya konflik internal partai mengenai calon yang diusung dalam pemilukada. Menurutnya pimpinan parpol di daerah yang berhak tanda tangan, justru menghilang saat calon yang diusungnya akan mendaftar ke KPU.
"Di pilkada, banyak yang lucu-lucu. Yang berhak tanda tangan, ponselnya malah tidak aktif. Tapi kalau untuk pilpres, rasanya sulit kalau misalnya ketua umum seperti SBY atau Ical menghilang," ujarnya.