TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengaku tengah memburu berkas perkara kasus dugaan korupsi penggelapan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kelurahan Tanjungrejo, Medan, Sumatera Utara seluas 80 hektar senilai Rp 8 Triliun, yang diduga melibatkan tiga pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan serta satu orang dari pihak swasta yang diduga mafia tanah.
Hal itu diungkapkan Kapusepenkum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi kepada wartawan, Rabu (26/2/2014)
”Berkas perkaranya sedang dipelajari. Namun dugaan awal kasus tersebut, memang terdapat unsur tindak pidana korupsi,” kata Untung.
Untuk itu, menurut Untung, pihaknya masih akan mendalami kasus ini dengan meminta keterangan pihak terkait.
Seperti diketahui dalam kasus dugaan penggelapan pajak BPHTB atas tanah seluas 80 hektar di Kelurahan Tanjungrejo, Medan, Sumatera Utara ini, Kejati Sumatera Utara sudah menetapkan 4 tersangka dimana 3 diantaranya adalah mantan pejabat BPN Medan sejak tahun 2013 lalu.
Keempat tersangka ini adalah M Thoriq, mantan Kepala Kantor BPN Kota Medan, Edison, mantan Kepala Seksi Pendaftaran Tanah Kantor BPN Kota Medan, Syahrul Harahap, mantan Kepala Dinas Pendapatan Kota Medan dan Gunawan, dari pihak swasta.
Direktur Utama PT Bumi Mansyur Permai (BMP) Marthin Sembiring, pemilik 20 hektar tanah di Kelurahan Tanjungrejo, Medan, Sumatera Utara mengatakan, sebelumnya pihaknya sangat menyayangkan langkah Kejaksaan yang lambat dalam menangani kasus dugaan korupsi penggelapaan pajak BPHTB tanah di Kelurahan Tanjungrejo, Medan, Sumatera Utara ini.
Sebab sampai kini, kasus tersebut masih mandek di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan sama sekali belum memeriksa atau menahan para tersangka dan menyidangkannya.
Bahkan, katanya, dari konfirmasi pihaknya ke Kejati Sumut, kasus ini akan dipecah-pecah dalam penanganannya untuk menghindari terkuaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat BPN Medan.
”Kasusnya kan sudah jelas tentang indikasi korupsi penggelapan pajak. Namun justru mau di pecah-pecah sehingga ada dugaan kasus korupsinya dihilangkan,” kata Marthin kepada wartawan, Rabu (26/2/2014).
Menurutnya sebenarnya kasus ini sudah matang dan siap disidangkan karena sudah ditetapkan 4 tersangka.
Mereka dijerat Pasal 3 junto Pasal 15 junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi sesuai Pasal 55 (1) ke 1, junto Pasal 64 KUHP dengan ancaman hukuman diatas 5 tahun penjara.
"Dalam perjalanannya ada upaya pengguliran kasus pidana korupsi ke kasus pemalsuan surat dan penyalahgunaan wewenang yang tidak mengakibatkan kerugian negara," beber Marthin didampingi kuasa hukumnya Rahmat Harahap.
Menurutnya kasus pemalsuan surat hendak dilempar ke kepolisian dan kasus penyalahgunaan wewenang diselidiki di Perpajakan.
"Jadi kasus korupsinya menguap. Karena itu kasus ini tidak pernah disidang," katanya.
Untuk itu, ujar Marthin, ia berharap Kejagung melakukan pengawasan atas kasus ini agar penanganannya mengungkap indikasi adanya korupsi uang negara terkuak.
Marthin menjelaskan kasus dugaan korupsi ini bermula dari kepemilikan aset tanah PT Bumi Mansyur Permai miliknya seluas 20 hektar di Kelurahan Tanjungrejo, Medan, Sumatera Utara.