Keenam adalah mengurus orang dengan disabilitas itu mengeluarkan biaya yang mahal. Menurut Irwanto, pada kenyataannya jika kebutuhan mereka diperhitungkan sejak awal, maka tidak ada tambahan biaya yang signifikan.
“Dengan partisipasi orang dengan disabilitas, berbagai biaya pembangunan dapat diampu oleh dengan disabilitas itu sendiri,” tegas Irwanto yang juga pemerhati anak.
Irwanto mengatakan kecelakaan yang ketujuh adalah tidak semua orang akna mengalami disabilitas. Manusia dapat memilih dan menjaga kualitas hidupnya untuk mencegah disabilitas.
Tapi Irwanto mengatakan manusia tidak dapat memilih. Sebaik apapun mereka menjaga kesehatan tubuh dan mentalknya, pada suatu titik tertentu mereka akan mengalami disabilitas karena usia, kecelakaan, atau penyakit.
Selanjutnya, kecelakaan proses berpikir yang kedelapan adalah hidup dengan disabilitas penuh dengan cobaan dan kesengsaraan sehingga cenderung menerima nasib.
Menurut Irwanto, kenyataannya banyak orang dengan disabilitas mampu bersyukur atas apa yang mereka capai dalam hidupnya dan merasakan kebahagiaan atas prestasi mereka sehari-hari karena mereka pantang menyerah.
Kesembilan, perguruan tinggi mereka tidak memiliki tanggung jawab dalam memajukan hak-hak orang dengan disabilitas. Irwanto mengatakan pada kenyataannya dunia sangat mengharapkan perguruan tinggi untuk meretas semua hambatan melalui kemajuan teknologi, kearifan berpikir, dan kreativitas orang pandai.
Kesalahan terakhir adalah jumlah orang dengan disabilitas sedikit. Sehingga kebijakan publik yang diskriminatif tidak memiliki dampak signifikan yang merugikan masyarakat.
“Kenyataannya, jumlah orang dengan disabilitas di negeri ini sekitar 14-16% dari populasi. Oleh kerena itu, kebijakan publik seperti penerimaan mahasiswa merugikan orang banyak dan merugikan bangsa dan negara,” jelas Irwanto.